Rabu, 24 April 2013

104. UBUDUYAH LAHIR DAN UBUDIYA BATIN ADALAH MERUPAKAN KARUNIA ALLAH YANG TAK TERNILAI HARGANYA



 Mataa ja’alaka fizh-zhahiri mumtatsilaan li-amrihi warazaqaka filbaathinil-istislaami liqahrihi faqad a’zhamalminnata ‘alaika.

Apabila Allah menjadikan kamu selalu mengikuti perintah-Nya dan memberi rizqi (pertolongan) kepadamu pada dhahirnya, dan menjadikan kamu menyerah (rela) terhadap kepastiannya dalam batinnya, ini berarti bahwa Allah telah memberi kenikmatan (karunia) yang sangat besar kepadamu”.

Adalah merupakan karunia Allah yang tak ternilai harganya apabila kita dapat menyelaraskan gerakan dhahir (badan) dalam beribadah kepada-Nya denagn apa yang terdapat dalam batin (yakni dengan kerelaan dan keikhlasan hati dalam menerima ketetapan-ketetapan Allah (rububiyah Allah) yang berlaku atas dirinya).
Dalam kitabnya yang berjudul “NASHOOLHUDDIN”. Abdul Ba’alawy menerangkan bahwa :
Barangsiapa yang benar-benar rela ber-Tuhankan Allah, maka ia harus rela pula pula menerima ketetapan-ketetapan-Nya dengan tidak meninggalkan usaha atau ikhtiar dengan segala daya dan kemampuannya, tanpa harus melanggar larangan-larangan agama atau menghindari hal-hal haram”.

Selain itu, dalam keadaan yang bagaimanapun juga kita harus tetap berusaha menjalankan kewajiban-kewajiban kita sebagai manusia mu’min dan muslim, menyerahkan dan menyandarkan sepenuhnya kepada-Nya, meninggalkan apa-apa yang diharamkan. Bersikap sabar dan tawakal dalam menerima cobaan, senantiasa mensyukuri setiap kenikmatan yang telah diberikan, serta selalu merasa rindu bertemu dan menghadap kehadirat-Nya dalam keadaan diridhoi-Nya.
Perlu diingat, bahwa barangsiapa yang sudah mempunyai keyakinan yang teguh dan hati yang mantap dalam memeluk agama islam yang berarti ia telah mengagungkan kehormatan serta si’ar agama islam maka ia harus selalu berusaha untuk semakin memperteguh keyakinannya, yakni dengan jalan mencari ilmu pengetahuan dan melakukan amal-amal kebajikan.
  Dan barangsiapa yang sudah ridho dengan hati yang tulus ikhlas bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, maka ia harus selalu berusaha mengikuti jejak dan petunjuk-petunjuk Rasulullah, serta menjadikannya sebagai tauladan hidupnya.
Dengan demikian, maka apabila kita sudah mengaku sebagai orang yang beriman, maka hendaklah pengakuan kita tersebut kita buktikan dengan amal perbuatan dan bukan hanya terucap melalui lisan saja. Begitu juga dengan ucapan-ucapan yang lain seperti do’a, dzikir dan sebagainya itu, dalam pengucapannya haruslah disertai pemahaman dan peresapan arti atau maksud akan apa yang diucapkannya itu kedalam hati.
Seandainya kita sudah dapat melaksanakan oerintah-perintah Allah (pada lahirnya) dan rela atau ikhlas terhadap ketentuan-ketentuan Allah (pada batinnya), maka berarti kita telah mendapatkan karunia dari Allah yang tak ternilai harganya, karena di dalamnya terdapat ubudiyah lahir dan ubudiyah batin yang dapat menghantarkan kita menuju puncak (Istiqamah) dan puncak Mustaqim.

Perhatikan firman Allah dalam Al-qur’an Surat Al-Taubah ayat 7, yang artinya :
Selama mereka bersikap lurus kepada Kami (Allah), hendaknya kamu bersikap teguh hati (Istiqamah) kepada mereka. Sesunhgguhnya Tuhan itu menyukai orang-orang yang bertaqwa”.
Adapun yang dimaksud dengan (Shirotol Mustaqim) adalah jalan yang lurus, yakni jalannya orang-orang yang mendapat petunjuk dan bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan yang disesatkan-Nya.
Karena itu agar supaya senantiasa berjalan diatas jalan yang lurus, maka perbanyaklah membaca (Do’a) sebagaimana yang terdapat dalam Al-qur’an Surat Al-Fatikhah ayat 6, yang artinya :
“Tunjukilah kami jalan yang lurus”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar