Mnurut ahli
bahasa, kata ma’rifat berarti mngetahui atau mengenal.
Pengrtian tersebut bisa diperluas
lagi menjadi : cara mengtahui atau mengnal Allah, melalui
tanda-tanda kekuasaan-Nya yang berupa makhluq-makhluq ciptaan-Nya. Dsebab dengan
hanya memperhatikan tanda-tanda kekuasaan-Nya kita bisa mengetahui keberaaan
dan kebesaran Allah SWT. Kita tentu yakin dan faham betul, bahwa tidak aa satu
makhluqpun, walaupun sekcil apapun, yang aa dengan sndirinya. Semuanya itu
pasti ada yang menciptakan. Dan siapa lagi yang mnciptakan segala macam makhluq
tersebut kalau bukan Allah?
Tanda-tanda tentang adanya Allah
sudah jelas terlihat disekeliling kita. Setiap hari kita bisa mlihat terbitnya
matahari dari ufuk timur dan kmudian tenggelam di ufuk barat. Satu kali pun
tidak pernah terbalik. Kita juga bisa melihat betapa indahnya bulan dan begitu
gemerlapnya bintang-bintang yang bertaburan di malam hari. Semua itu yang
menciptakan dan yang mengatur peredarannya adalah Allah. Siapa yang tak mengenal
Allah lewat tanda-tanda kekuasan-Nya, ia adalah sebuta-buta manusia. Bukan buta
matanya, akan tetapi buta hatinya. Sebagaimana yang telah difirmankan Allah
berikut ini :
ømD÷¡üL÷ËüCëÖü÷P÷Ë D÷æû÷ÙùD÷º
, ×êbû nÆCÛ|ÖbûnÆCÓC×sL
.ùmüÜøj@ûø¡ÆC ëùº
ëùQ@û÷ÆC øKüÝ@øÇø¿üÆC ë÷Ö@ü²÷P
üÛ@ùÃ|Æ ÷Ü
Fainnaha laa ta’maal abshaaru walaakin
ta’maal quluubul-latii fiish-shuduuri.
Artinya :
“Sesungguhnya bukan matanya yang buta, tapi mata hatinya (yang buta) yang
berada dalam rongga dadanya”.
Adapun cara memprhatikan tanda-tanda
kekuasaan Allah yang berupa makhluq-makhluq-Nya tersebut buklan sekedar dengan
menggunakan penglihatan lahir saja. Tetapi harus pula ditunjang dengan
penglihatan mata batin (hati) yang
jernih dan bersih dari berbagai macam dosa. Perhatikanlah Sabda Rasulullah saw.
Kepada sahabat Abu Dzar Al-Ghafari
berikut ini :
÷ÓC ùj@@øMü±C ûùm÷k D÷L÷C D÷é
, ×êbû nÆCÛ|ÖbûnÆCÓC×sL
÷ÁC÷n@÷é øç@û÷ÙùD÷º
øäC÷n@÷P÷Ë ÷R@üÚø üØùD÷º
øäC÷n÷P ÷Äû÷Ù ÷D÷Â
Yaa-abadzarri’budillaaha ka-annaka tarahu
fain kunta laataraahu fainnahu yaraka.
Artinya
: “Wahai Abu Dzar. Sembahlah Allah
seakan-akan kamu melihat-Nya. Bila kamu tidak melihat Allah. Maka yakinkan
(dalam hatimu) bahwa Allah melihatmu”.
Pembaca buta mata belum tentu membawa bencana. Tetapi buta
hati, sudah pasti akan mendatangkan siksa. Karena apabila manusia sudah
menderita penyakit buta hati., selama ia belum mendapatkan cahaya ialah yang
berupa petunjuk-petunjuk kbenaran, maka selama itu pula ia akan tersesat
jalannya. Bukan jalan mnuju surga yang ia tempuh, melainkan jalan menuju
Neraka. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Isra’ ayat
72 yang berbunyi seperti berikut ini:
C÷l÷å ëùº ÷ØD÷Â
üÛ÷Õ÷Ü , ×êbû nÆCÛ|ÖbûnÆCÓC×sL
.úÌüêùM÷r øûÈ÷¤C÷Ü
ë|Öü±÷C ùõ÷nùf|ËüC ëùº ÷Ýøæ÷º
ë|Öü±÷C
Waman kana fii haadzihi a’maa fahuwa
fiil-akhirati a’maa wa adhallu sabiilan
Artinya : Dan
barangsiapa yang buta (hati) di (dunia) ini, maka ia buta di akhirat
nanti dan bahkan lebih sesat jalannya”.
Setelah kita
mengenal dan mengetahui akan keberadaan Allah. Apakah lantas pengenalan dan
pengetahuan kita tersebut berhenti sampai di situ saja?. Tentu saja tidak. Akan
tetapi lebih daripada itu, kita sebagai hamba-Nya dan sebagai salah satu
makhluq ciptaan-Nya, maka sudah sepetutnya apabila kita senantiasa mengabdikan
diri secara bulat dan utuh semata-mata demi mengharapkan keridhaan-Nya.
Salah satu tanda-tanda orang yang
ma’rifat kepa Allah adalah, bahwa ia senantisa bersandar an bersrah diri kepaa
Allah semata. Apa pun yang telah dan akan terjadi paa dirinya, selalu ditrima
dengan baik. Apabila ia menapatkan kenikmatan, ia bersyukur. Sedang apabila
mendapatkan musibah, ia terima cobaan itu ngan sabar. Orang yang emikian ini
prcaya bahwa semua itu datangnya ari Allah untuk kbaikan irinya. Sebab tiak aa
ssuatupun yang terjai di dunia ini, kecuali ada manfaatnya atau hikmah di balik
peristiwa tersbut.
Selain itu, orang yang ma’rifat
kepada Allah tidak pernah menyombongkan iri. Sebagai makhluq yang lemah dan
tampa aya, manusia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali atas pertolongan dan izin
ari Allah Yang Maha Perkasa. Karna itu ia pun selalu mencari jalan untuk lebih
mendekatkan diri kepaa-Nya guna menapatkan pertolongan, perlindungan an
karunia-Nya. Seang apapun yang apat menghalangi jalannya untuk (untuk
bertaqarrub kepada Allah SWT. Ia singkirkan jauh-jauh ari lubuk hatinya,
seperti (sifat serakah) kepada (dunia), kikir, sombong, riya, dan sebagai sifat
tercla lainnya.
Menurut seorang ahli ma’rifat
terknal bernama (Al-Junaid), bahwa seorang belum bisa disebut sebagai ahli
ma’rifat sbelum dirinya mempunyai sifat-sifat :
-
Mngnal Allah
secara menalam, hingga seakan-akan dapat berhubungan secara langsung ngan-Nya.
-
Dalam beramal
selalu berpedoman kpada ptunjuk-ptunjuk Rasulullah saw. (AlHadts)
-
Berserah diri
kepaa Allah dalam hal yang mengnalikan hawa nafsunya.
-
Merasa bahwa
dirinya adalah kepunyaan Allah dan kelak pasti akan kembali kpaa-Nya.
Adapun menurut Imam Al-Ghazali
sebagaimana yang ditulis alam kitab (Ihya ‘Ulumuin), di situ disebutkan bahwa
ada empat hal yang harus ikenal dan kemudia dipelajari oleh ssorang yang
berma’rifat kepada Allah. Keempat hal tersebut adalah :
1.
MEngnal
siapa dirinya.
2.
Mengenal
siapa Tuhannya.
3.
Mengnal
Dunianya.
4.
Mengnal
Akhiratnya.
Demikianlah hal-hal yang harus
terlebih dahulu diketahui sbelum mlangkah kpaa topik pembahasan selanjutnya.
1. TanDa-taDna orang yang menyombongkan perilakunya di hadapanj
Allah.
ùmD÷ÖùQü±ùËüC ùö÷Õ÷Ì÷± üÛùÕ , ×êbû
nÆCÛ|ÖbûnÆCÓC×sL
.ùÈ÷Æ û÷pÆC ùiüÝøXøÜ ÷jüÚÖ± ùôD÷X ÷ûnÆC
øØD÷¡ü¿øÙ ùÈ÷Ö÷²üÆ ÷Ì÷±
Min ‘alamatil ‘itimari ‘alaal ‘amali nuqshanur-rajaa-I’inda
wujuudiz-zalali.
Artinya :
Sebagaimana dari tana-tana orang yang senantiasa membanggakan amal prbuatannya,
brarti kurang mempunyai pngharapan terhaap rahmat Allah, tatkala terjadi
kkhilafan paa dirinya.
Suah menjadi
sunnatullah, bahwa manusia mempunyai sifat khilaf an lupa. Walau bagaimanapun
kepanaian sseorang, sekali waktu ia pasti berbuat khilaf. Karena itu, sebagai
makhluq yang lemah kita harus senantiasa mmohon rahmat an ampunan ari-Nya atas
segala kekhilafan ari kesalahan kita, baik yang kita sngaja maupun yang tiak.
Apabila aa
sseorang yang berbuat kekhilafan atau ksalahan, kemudian ia tiak mau mmohon
rahmat dan ampunan ari Allah, bahkan dia lalu menyombongkan diri atas amal
perbuatannya, maka orang itu seperti inilah yang disbut sebagai kurang
mempunyai pengharapan terhaap rahmat Allah padahal alam Al-Quran ayat 87
disebutkan, bahwa sesungguhnya tiaa berputus asa dari mengharap rahmat Allah,
kecuali kaum yang kafir.
Tersbutlah
beberapa kisah tentang kesombongan makhluq Allah baik dari kalangan bangsa
manusia sendiri maupun dari bangsa jin, yang dengan sombong tidak mengharap
rahmat ari Allah dan hanya menyombongkan amal perbuatan diri sendiri. Beberapa
kisah tersebut antara lain :
1.
Kisah tentang
Abu Lahab.
(Tercantum dalam Al-Quran Surat Al-Lahb
ayat 1-5)
2.
Kisah
tentang Qarun.
(Tercantum dalam Al-Quran Surat Al-Qoshosh
ayat 78)
3.
Kisah
tentang Iblis.
(Tercamtum dalam Al-Quran Surat Al-‘Araf
ayat 12-13)
Dari
beberapa kisah di atas, apat diambil ksimpulan bahwa orang yang menyombongkan
diri dan tiada mengharap rahmat Allah, ssungguhnya ia telah mncelakakan diri
mereka sndiri, baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Adapun tana-tanda orang celaka, sbagaimana yang
pernah ucapkan oleh Ibnu Qayim Al-Jauzi,alah sebagai berikut :
-
Sesungguhnya
semakin bertambah ilmunya, semakin bertambah pula kesombongan dan
kecongkakannya.
-
Setiap bertambah
amalnya, semakin bertambah kbanggaannya dan mmanang rndah orang lain, serta
semakin bertambah prasangka baiknya terhadap diri sndiri.
-
Semakin brtambah
usianya, smakin bertambah rakus dan serakahnya kepada dunia.
-
Semakin menumpuk
harta dan kekayaannya, semakin bertambah bahil dan kikirnya.
-
Semakin mningkat
derajat dan pangkatnya, semakin meningkat pula kesombongan dan keangkuhannya.