Laa tarhal min
kaunin ilaa kaunin ilaa kaunin fatakuuna kahimarirraha yasiiru
walmakaanulladzii irtahla ilaihi huwalladzii irtahala minhu walaakin arhal
minal-akwaani minalmukawwini wa anna ilaa rabbikalmuntahaa.
Artinya : janganlah kamu berangkat dari keadaan pada
keadaan yang lain. Maka jadilah kamu seperti hewan himar penarik gilingan. Ia
berjalan sedang jalan yang ditempuh itu sebenarnya adalah jalan dimana dia
mulai berangkat. Akan tetapi berangkatlah dari semua keadaan ini menuju kepada
yang menciptakan keadaan (Alllah), sesungguhnya hanya kepada Tuhanmu tetap kamu
sampai pada tujuan”.
Barang siapa yang membuat amal kebaikan, maka
hendaknya mereka menyandarkan perbuatannya itu semata-mata karena Allah, dan bukan
karena yang lain termasuk juga karena mengharapkan syurga. Karena syurga itu sendiri adalah juga merupakan makhluq Allah.
Padahal sesuatu amal yang ditujukan
kepada selain Allah, sekali-kali amal
itu takkan sampai kepada-Nya, bahkan akan sia-sia dan mendatangkan siksa.
Dalam hal ini, Rasulullah saw, pernah bersabda,
sebagaimana yang tersebut dalam hadits riwayat Imam Ahmad, yang artinya :
“Sesungguhnya yang paling aku takuti atasmu ialah
(syirik kecil), ialah riya’, (beribadah bukan karena Allah semata tapi untuk
dilihat orang)”.
Kemudian daripada itu, untuk menghindarkan diri dari
perbuatannya, kita harus menanamkan sifat (Ikhlas) sebelum beramal. Adapun
perbedaan antara (Ikhlas) dengan (riya’), adalah seperti yang pernah di
terangkan oleh Al-Harits Al-Muhasiby dalam bukunya “(Ar-Riaayah)”, sebagai
berikut:
Ikhlas itu ialah anda menuju Tuhan dengan
mentaatinya, tidak ada yang dikehendaki selain-Nya, adapun riya’ itu terbagi
dua macam :
Pertama, mentaati Allah karena manusia.
Kedua, tujuannya manusia dan Tuhannya manusia,
kedua-duanya termasuk amal”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar