Wala-an tashhaba
jaahilaan laa yardhaa ‘an nafsihi khairun laka min an tashhaba ‘aalimaan
yardhaa ‘an nafsihi ga-ayyu’ilmin li’aalimin yardhaa ‘an nafsihi wa-ayyu jahlin
lijaahilin laa yardhaa ‘an nafsihi.
Artinya : Demi sungguh, seandainya engkau bersabar
dengan orang bodoh yang tidak rela mengumbar nafsu amarahnya itu lebih baik
bagimu daripada engkau bersahabat dengan oaring alim (pandai) yang rela
mengumbar nafsu amarahnya. Maka manakah ada ilmu bagi orang yang berilmu rela
mengumbar nafsu amarahnya? Dan manakah kebodohan bagi orang yang bodoh yang ia
tidak rela mengumbar nafsu amarahnya?”.
Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang tak akan
terlepas dari pergaulan dengan sesamanya. Walaupun demikian, seseorang haruslah
pandai memilih menentukan kawan dalam bergaul. Karena sesungguhnya pengaruh
pergaulan itu amat besar bagi perkembangan jiwa seseorang.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim, Rasulullah mengumpamakan sahabat yang baik itu seperti pembawa
minyak wangi. Adakalanya kamu diberi dan ada kalanya pula kamu memberi. Dan
yang pasti, kamu akan rasakan bau harum dari minyak wangi yang dibawanya.
Sedangkan sahabat yang buruk diumpamakan sebagai peniup api. Kalau tidak
terbakar pakaianmu, tentulah engkau akan mencium bau busuk darinya.
Perlu dikatahui pula, bahwa bergaul dengan orang
bodoh tetapi tidak suka mengumbar hawa nafsunya, adalah lebih baik dari pada
bergaul dengan orang alim (berilmu) tetapi suka mengumbar hawa nafsunya.
Dalam hal ini kita perlu memperhatikan kata-kata
mutiara yang pernah diucapkan Khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai berikut ini,
sebagai pedoman dalam memilih sahabat: jangan bersahabat, kecuali dengan yang
taqwa, terdidik, terhormat, cerdik, cendikiawan, tepat dengan janji-janjinya.
Teguhkan keyakinanmu kepada Allah dalam setiap peristiwa, niscaya Tuhan akan
menolongmu di setiap saat, dari kejahatan dengki tukang hasut”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar