þö÷æüXùÜ ÷Ä÷Æ ÷d÷Q÷ºC÷kùC , ×êbû
nÆCÛ|ÖbûnÆCÓC×sL
øçû÷ÙùD÷º ÷ÄøÇ÷Ö÷±û÷È÷¾ üØùC D÷æ÷²÷ÕùÅD÷MøP
÷Ì÷º ù¹ûøn÷²û÷QÆC ÷ÛùÕ
øäøiùmüÝøÕ÷Ýøå ÷¹ û÷n÷²û÷QÆCû÷Ø÷C øjüéùnøé
÷Ýøå÷Ü û÷ËùC ÷Ä÷ÆD÷æ÷c÷Q÷º
÷Û@üé÷C÷Ü ùçüê@÷ÆùC D÷æüé ùjüæøÕ
÷RüÙ÷C øÅD÷Öü±÷ËüC ÷Ü ÷Äüê÷Ç÷±
÷Äüê@@÷Ç÷±
øäøiùmÝ@øÕ÷Ý@øå Dû÷ÖùÕ ùçüê@÷ÆùC
ùç@üéùjüæ@øPD÷Õ
Idzaa fataha laka wijhatun minatta’arufi
falaa tubali ma’aha in qalla ‘amaluka fainnahu maafatahaha laka illa wahuwa
muuriduhu ‘alaika wal’maalu anta muhdiiha ilaihi wa aina maa tuhdiihi ilaihi
mimma huwa muuriduhu ‘alaika.
Artinya:
Apabila dirimu telah dikabulkan jalan (menuju) ma’rifat kepaa Allah, maka
sungguh dengan kema’rifatan itu jangan engkau peulikan amalanmu yang sedikit.
Maka ssungguhnya Allah tiak membuka jalan kema’rifatan bagimu, kecuali hanya
Dia menghendaki pengenalan kepadamu. Tidakkah engkau mengerti bahwasanya ma’rifat itu aalah anugrah Allah
kepadamu, sedangkan amal perbuatanmu
itu hanya merupakan sebagai imbalan jasa
kepadanya, kalau begitu di manakah sekarang letak perbandingan antara
imbalan jasamu kepadanya dengan apa yang telah dianugrahkan oleh Allah
kepadamu”.
Suah
menjadi fitrahnya, bahwa orang yang beriman selalu ingin mengenal Tuhan yang
telah menciptakan dan melindunginya. Akan tetapi pada kenyataannya, tiak semua
orang dapat mengenal-Nya. Hanya orang-orang tertentu yang telah mendapatkan
jalan menuju ma’rifat kepada Allah sajalah yang dapat mengenal Allah lewat
penglihatan mata hatinya. Dan ini adalah merupakan sebesar-besar nikmat telah
diberikan Allah kepaanya.
Tersebutlah
dalam Al-Quran Surat Al-An’am ayat
75-79. sebagaimana kisah Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhannya. Beliau telah
berjumpa dengan bintang yang gemerlap, bulan yang indah, dan juga matahari yang
sangat terang sinarnya. Mula-mula beliau menganggap, bahwa yang dijumpai itu
Tuhannya. Namun ketika mereka satu persatu tenggelam dan sirna, maka beliau
berpikir, bahwa tidak mungkin Tuhan itu apat tenggelam atau sirna. Akhirnya setelah
menapat sinar terang yang menerangi kalbunya. Nabi Ibrahim dapat mengenal Allah
sebagai Tuhan yang telah menciptakan dirinya serta menciptakan alam engan
segala isinya.
Setelah
mendapatkan jalan menuju ma’rifat kepada Allah tersebut jiwa Nabi Ibrahim
menjadi tenang dan tenteram. Begitu pula dengan jiwa kaum mukmin lainnya yang
telah mendapatkan jalan sebagaimana jalannya Nabi Ibrahim, merekapun merasakan
ketenangan dan ketentraman yang tidak dialami oleh orang lain. Dan hal ini
patutlah disyukuri dengan kesyukuran yang sebesar-besarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar