Idzaa ra-aitu
‘abdan aqamahullahu ta’alaa biwujuudil-auradi wa adamuhu ‘alaihaa ma’a
thuulil-amdaadi falaa yastahqiranna maa manahahu maulahu liannaka lam tara ‘alaihi siimaal’aarifiina walaa bahjatal muhibbiina
falaulaa waridu maa kaana wirdu.
Artinya
: Jika kamu melihat seorang hamba yang mana Allah telah menjadikan kepadanya
wirid dan dia tetap selalu menjaganya, tapi lama sekali datangnya pertolongan
Allah (kepadanya). Maka dari itu
janganlah menghina (meremehkan) apa
yang Allah telah memberikannya. Karena sesungguhnya kamu tidak mengerti
tanda-tanda orang (ma’rifat) dan
orang=orang yang cinta kepada Allah, maka seandainya tidak ada warid (karunia Allah) tentu tidak ada wirid (kontinyu di dalam menjalankan ibadah
tertentu).
Apabila ada seorang yang tekun dalam beribadah,
akan tetapi belum nampak tanda-tanda keistimewaan pada dirinya, maka janganlah
engkau memandang rendah orang tersebut. Sebab yang demikian ini berarti
dicintai oleh Allah.
Adapun
orang-orang yang dicintai, kemudian mendapat keistimewaan dari Allah, di
antaranya adalah :
1.
Orang-orang muqarrobiin, yakni
orang-orang yang berma’rifat kepada Allah dan mencurahkan cintanya hanya
kepada-Nya.
2.
Orang-orang abror, yakni orang-orang
yang masih memperhatikan urusan dunia, akan tetapi sangat dalam beribadah
dengan harapan kelak mendapatkan syurga yang telah dijanjikan. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Muthoffifin ayat
22-23, yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang berbakti, benar-benar
berada dalam kenikmatan yang besar (syurga).
Mereka (duduk) di atas dipan-dipan
sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup
mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dan khamer murni yang dilak (tempatnya). Laknya adalah kesturi, dan
untuk yang demikian ini hendaknya mereka berlomba-lomba. Campuran khamer murni
itu adalah dari tasniim. (Yaitu)
mata air yang minum daripadanya orang-orang didekatkan pada allah”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar