Man lam yaqbal ‘alallaahi
bimulaathafaatil ihsaani quyyida ilaihi bisalaasiilal imtihaani man lam
yasykurinni’ama faqad ta’arradha lizawaalihaa waman syakarahaa faqad qayyadahaa
bi’iqaaliha.
Artinya
: “Barangsiapa yang tidak menghadap kepada Allah ketika diberi
kehalusan-kehalusan karunianya, niscaya dia akan dibelenggu dengan berbagai
(rantai ujian). Barang siapa yang tak mensyukuri segala nikmat, maka
benar-benar dia telah menyodorkan untuk hilangnya nikmat. Dan barangsiapa yang
mensyukuri nikmat, benar-benar dia telah mengikatnya dengan tali”.
Sebagai
orang mukmin yang telah begitu banyak menerima kenikmatan, kita seharusnya
banyak bersyukur pada Yang Memberi Kenikmata (Allah). Bahkan begitu banyaknya,
hingga kita tak akan pernah mampu untuk menghitungnya.
Kenikmata,
yang oleh Imam Ghozali dikatakan
sebagai kebahagiaan, keutamaan dan segala macam keinginan yang dapat terpenuhi
dan kita rasakan, pada hakekatnya terbagi menjadi dua macam yaitu :
1.
Kenikmatan
yang bersifat fitri atau azazi, yakni kenikmatan yang diberikan Allah sejak
manusia dilahirkan. Misalnya telinga untuk mendengar, mata untuk melihat, hati
(akal) untuk berfikir, serta alat-alat tubuh lain yang diper;ukan. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an
Surat An-Nahl
ayat 78, yang artinya : “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
2.
Kenikmatan
yang dirasakan pada waktu yang akan datang (tidak langsung diberikan ketika
lahir). Yang termasuk ke dalam kenikmatan ini adalah seperti diciptakannya
macam tanaman, berbagai macam hewan, bumi dan semua yang terkandung di dalamnya
untuk manusia.
Demikianlah
besar dan terlalu seringgnya kita menerima dan merasakan nikmat dari Allah.
Hingga seringkali kita lupa, bahwa apa yang kita terima dan rasakan itu
merupakan nikmat. Seperti halnya pada orang yang sehat, karena berhari-hari,
berbulan-bulan bertahun-tahun dalam keadaan sehat, maka ia sama sekali tidak
merasakan bahwa kesehatannya itu merupakan nikmat. Baru ketika terserang
penyakit, ia akan merasakan betapa besar nikmat berupa kesehatan itu.
Kalau
Nabi Muhammad sendiri sebagai orang ma’sum atau terpelihara dari dosa saja
merasa tidak termasuk kedalam golongan orang-orang yang bersyukur, apakah lalu
kita yang berlumuran dosa ini tidak merasa malu untuk menerima pemberian-Nya
tanpa mau bersyukur kepada-Nya? Sebagai seorang mukmin kita tentu tidak ingin
mengabaikan perintah Allah, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an Surat An_Nhl
ayat 144, yang artinya :
“Bersyukurlah
terhadap nikmat Allah, jika kamu sungguh-sungguh menyembah kepada-Nya”,
Adapun
tentang cara-cara bersyukur itu ada tiga macam, yaitu :
1.
Bersyukur dengan hati.
Maksudnya, ia merasa
yaqin bahwa segala macam kenikmatan itu datingnya dari Allah. Sebagaimana
firman-Nya dalam Al-Qur’an Surat An_Nahl ayat 53, yang
artinya : “dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah
(datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemadharatan, maka hanya kepada-Nyalah
kamu meminta pertolongan”.
2.
Bersyukur dengan lisan. Maksudnya dengan memperbanyak bacaan Hamdalah
(Al-Hamdulillah). Hal ini tersebut dalam Al-Qur’an
Surat
Adh-Dhuhaa ayat 11, yang artinya : “Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah
kamu menyebutnya (dengan bersyukur)”.
3.
Bersykur dengan semua anggota
badan. Jadi
dengan demikian, bersyukur itu tidak hanya cukup dengan lisan atau ucapan saja.
Tetapi lebih dari pada itu harus diwujudkan dengan perbuatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar