Maa sabaqat
aghshanu dzulli illaa ‘alaa bidzritha’min.
Artinya : tidak akan berkembang cabang-cabang
kehinaan melainkan berkembang di atas biji tamak”.
(Tamak) atau rakus kepada dunia, dapat menyebabkan
hati seseorang terombang ambing dan selalu dikejar-kejar nafsu untuk menumpuk
harta sebanyak-banyaknya, tanpa memperdulikan apakah harta tersebut diperoleh
dengan cara yang halal ataukah haram. Sehingga pada akhirnya orang yang demikian
akan terjatuh ke dalam jurang kehinaan, karena bukan lagi dirinya yang
menguasai dan memperalat harta, tetapi justru dirinyalah yang dikuasai dan
diperalat harta.
Adapun kebalikan dari sifat tamak adalah (wara). Seseorang yang apabila di dalam
hatinya terdapat sifat (wara), maka hidupnya akan tenang dan tentram tanpa
terusik oleh nafsu untuk menguasai dunia (harta). Dan dalam usahanya untuk
mencikupi kebutuhan hidupnya, ia akan selalu memperhatikan ketentuan-ketentuan
Allah (pantang baginya mendapatkan barang atau harta yang meragukan hatinya,
apalagi yang haram). Orang yang demikian inilah yang dapat mencapai derajat
kemuliaan, sebagaimana derajat orang-orang mukmin.
Sehubungan dengan hal ini, Ali Abi Thalib pernah
bertanya kepada Hasan Bishri yang merupakan seorang ulama besar pada jaman itu
:
- Wahai Tuan Hasan Bishri, perkara apakah yang dapat
menegakkan agama?
+ Yang dapat menegakkan agama adalah sifat wara?
- Dan perkara apa yang dapat merusak agama?
+ Yang dapat merusak agama adalah sifat tamak.
Dengan demikian, kita hendaknya kita membersihkan
hati ini dari sifat tamak dan berusaha menanamkan sifat (wara), agar agama
(Islam) yang kita cintai ini tetap tegak dengan kokoh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar