Lauannaka
laatashilu ilaihi ilaaba’da fanaa-imasaawiiki wamahwi da’aawiika lam tashil
ilaihi abadaan. Walakin idzaa arada anyushilaka ilaihi ghath-tha washfaka
biwashfihi wana’taka bina’tihi fawashalaka ilaihi bimaa minhu ilaika
laabimaaminka ilaihi.
Artinya : seandainya kamu tidak dapat sampai
pada-Nya, melainkan sesudah habis lenyap semua dosa dan kotoran syirik, maka
engkau tidak akan sampai kepada-Nya untuk selamanya. Akan tetapi bila Allah
akan menarik/menghendaki menyampaikan kamu kepada-Nya niscaya ia menepati
sifatmu dengan sifat-Nya dan kekuranganmu dengan karunia kekayaan-Nya. Maka
Allah menyampaikan kamu kepada-Nya dengan apa yang diberikan oleh-Nya kepadamu,
bukan karena amal perbuatanmu yang engkau hadapkan kepada-NYa”.
Seseorang tidak akan pernah sampai kepada
Allah, selama hawa nafsu masih melekat pada dirinya
Dalam
hal ini Abu Hasan Asy-Syaadzili berkata :
Seorang wali tidak akan sampai kepada
Allah, jika masih ada syahwat-syahwat, atau mengetur urusan-urusan sendiri,
serta ikhtiar sendiri. Maka dari itu bila Allah tidak menarik hambanya, dan
membiarkannya dengan usaha ikhtiarnya sendiri, yang demikian itu tidak akan
sampai kepada-Nya selama-lamanya. Akan tetapi jika Allah menghendaki hambanya
untuk segera sampai kepada-Nya, maka ditampakkan padanya sifat-sifat Allah yang
luhur dan perilaku yang baik”.
Juga Allah telah berfiman dalam Hadits Qudsi, yang artinya :
Senantiasa hambaku mendekat kepada-Ku
dengan mengerjakan berbagai kesunatan hingga Aku mencintainya. Apabila Aku
mencintainya, maka Aku berada pada pendengarannya yang dia mendengarnya, dan
berada di tangannya yang dia memukul dengannya, dan berada di kakinya yang dia
berjalan dengannya.
Jadi jika ada seseorang yang dapat
wushul (sampai) kepada Allah, maka hal itu karena Allah mencintainya, sehingga
menutup sifat-sifat kemanusiaannya dengan sifat-sifat ketuhanannya. Dan sama
sekali bukan karena usaha manusia itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar