Laa tanfa’uhu ‘atuka walaa tadhurruhu ma’shiyatuka wainnamaa
amaraka bihaadzihi wanahaaka ‘anhadzihi lima ya’uudu’laika
Artinya : “Tidak
akan memberi kemanfaatan kepada Allah ketaatan dan tidak akan membari
kemadhorotan pada-Nya kemaksiatan. Dan bahwasanya Allah memerintahkan ketaatan
ini kepadamu dan dicegah-Nya kemaksiatan ini kepadamu, karena sesuatu yang
bakal kembali kepadamu”.
Setiap ketaatan yang
dilakukan manusia, sedikitpun tidak akan memberikan manfaat kepada Allah.
Tetapi kemanfaatan itu akan kembali kepada dirinya sendiri.
Begitu juga jika
manusia melakukan kemaksiatan, sedikitpun tidak akan memberikan kemadhorot
kepada Allah. Tetapi kemadhorotannya akan kemabali kepada dirinya sendiri.
Kedudukan dan
kemulyaan Allah selamanya tidak akan dapat dirubah oleh ketaatan maupun oleh
kemaksiatan. Maha Suci Allah dari sifat menggantungkan diri pada sesuatu yang
lain.
Sehubungan dengan
hak ini Syekh Ibnu Atho’ pernah mengatakan :
“Tidak akan
menambah di dalam kemulyaan-Nya kebaktian orang yang berbakti kepada-Nya, dan
tidak akan mengurangi kemulyaan-Nya pemaling (kemaksiatan) orang yang berpaling
dari pada-Nya”.
Adapun cirri-ciri
atau sifat orang yang memelihara peraturan-peraturan Allah adalah seperti yang
tersebut dalam Hadits Riwayat Tirmidzi berikut ini, yang artinya :
“dari Abu Abbas
Abdullah bin Abbas r.a. berkata : Ketika pada suatu hari aku berada di belakng
Rasulullah SAW. (di atas punggung unta),
maka beliau berkata : Hai anak, aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat (yang menjadi pegangan), yaitu :
Peliharalah (peraturan-peraturan)
Allah dimana saja kamu berada, niscaya Dia akan menjaga kamu. Apabila kamu
memohon, maka mohonlah kepada Allah, dan jika kamu meminta pertolongan,
mintalah pertolongan kepada-Nya.
Ketahuilah, bahwa bahwa walupun seluruh manusia berkumpul untuk
memberikan sesuatu manfaat kepadamu, mereka tidak akan dapat memberikan
kemanfaatan itu, kecuali sekedar yang telah ditentukan Tuhan untukmu. Begitu
pula mereka tidak akan berhasil menimpakan suatu bencana kepadamu, kecuali
bencana yang sudah di tentukan Tuhan atasmu. Pena sudah diangkat (kering) dan
buku sudah ditutup”.
Sesuai dengan
petunjuk rasulullah di atas, ada (tiga) hal pokok yang berkaitan dengan
memelihara diri terhadap ketentuan Allah. Ketiga hal pokok tersebut adalah :
1.
memelihara diri
dalam setiap situasi.
Yang dimaksud
dengan memelihara diri disini adalah
menjaga agar jangan sampai terjerumus kedalam perbuatan dosa dan ma’siat.
Pada dasarnya,
pemeliharaan diri kepada ketentuan-ketentuan Allah itu ada (dua) macam, yaitu
terhadap kenikmatan hidup di dunia, seperti kesehatan badan, harta benda, istri
yang sholihat, anak yang berbakti dan sebagainya, dan terhadap kenikmatan hidup
di akhirat, seperti amal kebajikan, terhindar dari perbuatan dosa, terjauh dari
kemaksiatan, tidak menuruti hawa nafsu dan sebagainya.
Lebih lanjut
dijelaskan, bahwa diri terhadap ketentuan-ketentuan Allah harus dilaksanakan
dalam segala situasi atau keadaan, baik dalam keadaan suka maupun duka, dalam
keadaan lapang maupun sempit.
Dalam hal ini
rasulullah Saw. Pernah bersabda, yang artinya :
“Kenallah
senantiasa kepada Allah diwaktu lapang, niscaya Tuhan akan mengenal (membantu)
engkau diwaktu menghadapi masa yang sulit”.
2. Hanya meminta pertolongan kepada Allah.
Dalam keadaan
bagaimanapun juga seseorang tidak akan mampu berbuat atau berkehendak atas
kemampuannya sendiri, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya seseorang selalu
membutuhkan pertolongan.
Dalam halaman
terdahulu telah diterangkan, bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat memberikan
manfaat atau modhorot kepada seseorang kecuali Allah semata.
Karena itu dalam
meminta pertolongan seseorang hendaknya hanya memintanya kepada allah. Hal ini
sebagaimana firman-Nya dalam Al-qur’an Surat Yunus ayat 106,
yang artinya :
“Dan janganlah kamu
berdo’a (memohon) kepada Allah, yaitu barang yang tidak mendatangkan manfaat
kepadamu dan tidak pula memberikan bahaya (modhorot), jika kamu berbuat
demikian, maka kamu akan termasuk dalam golongan orang-orang yang (zalim)”.
1.
segala sesuatu
terjadi menurut kehendak Allah.
Kalau segala
sesuatu itu terjadi menurut kehendak allah, maka hal ini berarti kekuasaan
Allah itu (mutlak) adanya. Karena
kalau tidak (mutlak), maka segalanya
mungkin tidak akan terjadi atau berganti dengan kejadian yang lain.
Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Hadid ayat 22, yang artinya :
“Tiada satu
bencanapun yang menimpa di muka bumi ini dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhul
Mahfudz) sebelum menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah soal
yang mudah bagi Tuhan”.
Dengan berpedoman
pada ayat di atas, maka hendaklah menjadikan kita lebih berani dan tidak gentar
dalam menghadapi apapun, terutama dalam rangka menegakkan kebenaran dan
keadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar