Rahmat Mulyadi

Rahmat Mulyadi

Sabtu, 20 April 2013

177. JANGAN SAMPAI SESUATU YANG ADA DIDUNIA INI MEMPERBUDAK DAN MENGUASAI DIRI KITA



Maa ahbabtu syai-an ilaakunta lahu ‘abdan wahuwa laayuhibbu antakuuna lighairihi ‘abdan.

Artinya : “Tiadalah kamu mencintai sesuatu melainkan kamu akan meenjadi budaknya, sedangkan Allah tidak senang jika kamu menjadi budak selain dari padanya”.

Disamping memberi rahmat, Allah juga memberikan cobaan-cobaan hidup kepada manusia, baik yang berupa (musibah) maupun (kesenangan).
Karena kesenangan itu merupakan cobaan, maka kita harus berhati-hati dalam menghadapinya. Jangan sampai dia lalu menjebak dan memperbudak  diri kita, sehingga apapun akan kita lakukan untuk mendapatkannya.
Walaupun kesenangan itu seringkali menggelincirkan manusia kedalam kesesatan, nama agaknya kebanyakan orang masih lebih senang mendapatkan kesenangan dari pada mendapatkan musibah. Hal ini berbeda sekali dengan sikap prang-orang yang (ma’rifat) kepada Allah yang mereka-mereka ini lebih senang mendapat kesukaran dari pada mendapatkan kemudahan, karena dengan kesukaran-kesukaran ini mereka dapat lebih ingat dan mendapatkan diri kepada Allah.
Sehubungan dengan ini ada beberapa hal yang perlu kita uraikan lebih lanjut. Hal-hal yang dimaksud adalah :

1.       Ajaran tentang adanya kehidupan di akhirat
Kehidupan di akhirat itu sudah pasti adanya dan tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Di sanalah tempat kita mempertanggung jawabkan segala macam perbuatan. Perbuatan baik atau jahat, walaupun yang sekecil-kecilnya pasti akan mendapatkan balasan.
Dan sebagai saksi dari segala macam perbuatan itu adalah tangan dan kaki kita sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah diterangkan Allah dalam Al-qur’an surat Yasiin ayat 65, yang artinya :
“Pada hari itu Kami tutup mulut mereka, dan tangan mereka berkata kepada Kami serta mereka menjadi saksi atas apa yang telah mereka lakukan”.

Karena itu beruntunglah seseorang yang ketika hidup, di dunia banyak berbuat kebaikan dan mengerjakan amal sholeh. Sebab dengan amal sholeh dan perbuatannya itu mereka akan merasakan kebahagiaan hidup yang kekal dan abadi untuk selama-lamanya.
Sebaliknya bagi mreka yang ketika hidupnya banyak melakukan kemaksiatan, maka di akhirat itu mereka akan merasakan siksa yang pedih yang juga akibat dari perbuatannya sendiri. Mudah-mudahan kita bukan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang demikian ini (Na’udlu Billaahi Min Dlaalik).

2.       Ajaran mengenai keduniaan.
Menurut Rasulullah, kehidupan dunia ini ibarat taman bunga. Maka ada lima hal yang dapat membuat taman bunga itu menjadi indah, semerbak dan harum mewangi. Kelima hal tersebut adalah :
a.       Ilmunya para ulama (Ilmul ‘Ulamaak).
Dengan ilmu yang dimilikinya para ulama dapat membingbing dan menunjukkan umat kepada kebenaran dan meninggalkan kebathilan.
b.      Adilnya para penguasa (Adlul Umaroo’i).
Dengan kekuasaannya itu para penguasa dapat melindungi yang lemah dan tidak membiarkan yang kuat berbuat semena-mena, sehingga hubungan antara si lemah dan si nkuat tetap dapat berjalan dengan harmonis.
c.       Ibadahnya para hamba Allah (Ibaadatul ‘Aabidi).
Dengan ketentuannya dalam beribadah, seorang hamba yang tentu saja merupakan anggota masyarakat bisa menjalin hubungan dengan harmonis.
d.      Terpercayanya para pedagang.(Amanatul Tujjaari).
Bila pedagang semuanya berlaku jujur, tidak mengurangi timbangan. Tidak menyembungikan pada barang yang dijualnya dan sebagainya, maka hal ini biasa memperindah taman bunga dunia ini.
e.       Ketekunan para buruh atau karyawan (Nashiihatul Mukhtarifiina).
Bila para buruh atau karyawan itu mau melaksanakan kewajiban-kewajibannya dengan baik walaupun tidak ada yang mengawasinya, maka hal ini tentulah dapat menjaga keharmonisan hubungan antara si kaya dengan si miskin atau antara majikan dengan buruh, sehingga tatanan kehidupan masyarakat tetap terjaga dengan baik.

Akan tetapi agaknya (iblis) tidak senang melihat dan semarak serta harmonis nya kehidupan dunia. Karena itu ia beserta bala tentaranya lalu menyebarkan hama-hama penyakit yang bisa merusak taman bunga dunia tersebut. Diantara hama-hama penyakit yang disebabkan itu adalah :
a. Dengki (Al-Hasadu).
Penyakit dengki ini akan disebarkan oleh (iblis) disamping ilmu para ulama agar supaya timbul kedengkian diantara mereka sehingga ilmu yang dimilikinya tidak diganggunakan untuk kepentingan masyarakat tetapi digunakan untuk menjatuhkan satu sama lain.
b. Dlolim (adl-Dloolimu).
Penyakit ini biasanya menyerang para penguasa sehingga tidak lagi berbuat adil tetapi malah berbuat sewenang-wenang dan menindas kepada kaum yang lemah.
c. Riya’ (Ar-Riyaa’u).
penyakit ini biasanya menyerang para ahli ibadah, sehingga ibadahnya itu tidak lagi ditunjukkan kepada Allah tetapi ditunjukkan kepada selain-Nya, seprti agar mendapat pujian, atau simpati dari orang lain.
d. Curang (AlKhiyaanatu).
Penyakit ini akan menyerang kepada para pedagang, sehingga banyak diantara mereka yang berbuat curang, mengurangi timbangan, menyembunyikan cacat atau cela orang-orang yang dijualnya dan sebagainya demi untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan yang sebesar-besarnya.
e. Menyeleweng (Al-Ingkaaru).
Penyakit itu akan disebarkan dikalangan para buruh atau karyawan sehingga mereka menjadi malas bekerja, dan kalau bekerja seenaknya sendiri atau jhanya bekerja ketika diawasi oleh majikannya saja.

Walaupun kehidupan di akhirat itu lebih penting dan lebih utama dari kehidupan dunia, namun Allah tetap tidak membiarkan hamba-Nya mengalami kesengsaraan hidup di dunia. Hal ini terbukti dengan firman-Nya yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-Qoshosh ayat 77, yang artinya :
“Carilah kebahagiaan akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi”.

Akan tetapi terhadap kenikmatan hidup di dunia itu kita harus berhati-hati dalam menyikapinya. Jangan sampai dengan kenikmatan itu lalu menjadikan hati kita lupa dan malah menjauh dari pada Allah.
Ada (dua) hal yang apabila kita bisa memanfaatkannya dengan baik, maka kedua hal itu akan menjadi (sumber) kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Tetapi jika tidak dapat memanfaatkannya dengan baik, maka justru akan menjadi sumber kesengsaraan.
Kedua hal tersebut adalah :
Harta dan anak. Kiranya tidak ada manusia yang tidak merindukan dan mencintai kedua hal tersebut.
Dengan hartanya seseorang bisa menunaikan (ibadah haji), membayar Zakat, mengeluarkan infaq, shodaqoh, dan sebagainya, tetapi dengan hartanya juga seseorang bisa lebih leluasa mengumbar (hawa nafsunya), hidup hanya berfoya-foya, kikir, kufur nikmat, dan sebagainya.
Demikian juga dengan (anak). Apabila ia dididik dengan baik, diajari tentang hokum-hukum agama, diarahkan kepada kebenaran dan sebagainya, maka insya Allah ia akan menjadikan anak yang sholeh yang kelak akan mendo’akan kebahagiaan dan ampunan bagi kedua orang tuanya, serta menjadi permata hati yang sedap dopandang. Tetapi bila anak tersebut. Diisia-siakan, tidak mendapat perhatian, tidak dididik dengan baik, maka jangan salahkan anak kalau kemudian ia menjadi sebab dari kesusahan dan kesengsaraan hidup orang tua.
Firman Allah dalam Al-Qur’an surat al-Munafiqun ayat 9, yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, jagalah harta-hartamu dan anak-nakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi”.
Terhadap hal ini, seorang ahli hikmah mengatakan :
“Celaka orang yang menjadi hambanya (dinar, dirham, istri dan baju (semuanya) celaka”.
Juga Junaid r.a. pernah mengatakan :
“Sesungguhnya kamu tidak akan mencapai hakekat ubudiyah selama kamu masih diperbudak oleh selain Allah”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar