Liyukhaffifa
alama bala-I’alaika ‘ilmuka biannahu subhaanahu huwalmubliilaka fallaadzii
wajahatka minhulaqdaru huwallaadzii ‘awwadaka husnal-ikhtiyaari.
Artinya
: Sengguh menjadi ringan kepedihan cobaan yang menimpa pada dirimu (bala) pengertianmu bahwasanya
Allah-lah yang mendatangkan (memberi)
cobaan kepadamu. Maka Dzat Yang telah mendatangkan berbagai kepastian kepadamu
itu adalah Dzat Yang telah membebaskan kepadamu dengan kebaikan memilih”.
Semua
manusia yang hidup di dunia ini tak’kan pernah luput dari cobaan. Dengan cobaan
itu akan dapat diketahui sampai sejauh mana kualitas (mutu) iman seseorang kepada Allah.
Perhatikan
firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-An-Kabut ayat 2, yang artinya :
Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengakan : Kami telah
beriman. Sedang mereka tidak diuji lagi”.
Kiranya
kita tak perlu berkecil hati suatu saat kita mendapat cobaan dari Allah, Karena
hal ini bukan berarti Allah telah benci atau tidak peduli lagi terhadap kita.
Justru cobaan-cobaan itu membuktikan, bahwa Allah suka dan saying kepada kita.
Semakin kita disayang, semakin berat pula cobaan kita terima.
Hal di atas dapat kita buktikan sendiri melalui
kisah-kisah para Nabi, yang walaupun beliau-beliau (para Nabi) itu merupakan
kisah-kisah Allah, namun sungguh berat cobaan yang menimpa mereka, jauh lebih
berat dari yang kita terima. Kita bias membaca (dalam qur’an) kisah Nabi
Ibrahim yang disuruh menyembelih putranya sendiri yang sangat dicintainya, Nabi
Ayyub yang dimusnahkan seluruh harta kekayaannya dan keturunannya serta
terserang penyakit menular yang sangat menjijikan sehingga tak seorangpun kaumnya yang mau mendekat kepadanya, Nabi Nuh
yang selama ratusan tahun (Nabi Nuh berusia 950 tahun) berdakwah tapi hanya
mendapatkan pengikut yang amat sedikit (70 atau 80 orang saja). Nabi Muhammad
yang dilempari kotoran unta dan batu hingga kekurangan bahan makanan, dan
sebagainya.
Kalau kita mau bersabar sejenak dan berpikir
secara lebih mendalam, kiranya kita akan mendapati kenyataan, bahwa di balik
cobaan-cobaan yang nampaknya tidak menyenangkan itu terdapat hikmah dan
kebaikan yang besar. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam Al-qur’an Surat An-Nisa’ ayat 19,
yang artinya :
Boleh jadi
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak”.
Menurut kebanyakan ahli filsafat (filosof) islam,
pengertian sabar itu terbagi menjadi (5) macam yaitu :
1.
Sabar dalam beribadah.
Yakni dengan tekun dan telaten mengerjakan setiap
rukun, syarat-syarat dan tata tertib ibadah yang sedang dikerjakannya. Menurut Imam Al-Ghazali, ada tiga hal yang
harus diperhatikan dalam melaksanakan suatu ibadah, yaitu :
1.
Harus didahulukan niat yang
suci,
ikhlas semata-mata karena Allah
2.
Memperhatikan
dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan , dan juga hal-hal lain baik
yang wajib maupun yang sunat.
3.
Tidak
bersifat riya’ setelah melaksanakan ibadah tersebut.
2.
Sabar tertimpa Musibah.Yakni teguh hati dan menerima
dengan ikhlas ketika tertimpa suatu bencana. Karena sabar atau tidak sabar,
bencana tetap akan terjadi. Tetapi dengan bersikap sabar, maka beban yang harus
ditanggung akan terasa lebih ringan.
3.
Sabar terhadap kehidupan dunia. Yakni tidak mudah tergoda
oleh daya dunia, yang kalau dilihat secara lahiriyah penuh dengan kenikmatan
dan kesenangan yang memabukkan (dapat melalaikan manusia kepada tujuan hidup
yang sebenar-benarnya). Padahal sebenarnya dunia ini hanya merupakan alat,
bukan tujuan.
4.
Sabar terhadap maksiat. Yakni mengendalikan diri
sendiri dan juga orang lain dari melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap
syari’at agama.
5.
Sabar dalam perjuangan. Yakni dengan menyadari
sepenuhnya, bahwa perjuangan atau usaha itu ada pasang surutnya. Sehingga tidak
sombong atau takabbur jika sedang pasang, dan tidak berputus asa jika sedang
surut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar