Anaarazh-zhawaahira
bianwaaritsaarihi wa anaaras-saraa-ira bianwaari aushaafihi liajli dzaalika
afalat anwaruzh-zhawahiri walam ta’fal anwarulqalbi was-saraa-iri ,
walidzaalika qiila inna tsamsan-nahaari taghrubu billaili watsamsalquluubi
laisat taghiibu.
Artinya
: Allah yang menyinari dhahir (alam)
ini dengan cahaya-cahaya bekas-bekas-Nya, dan yang menyinari rahasia (hati) dengan cahaya sifat-sifat-nya.
Dari itu hilanglah cahaya dhahir (alam)
dan tidak akan hilang cahaya hati dan cahaya rahasia, yakni mata hiti. Demikian
itulah dikatakan : Sesungguhnya matahari
siang tenggelam di waktu malam, sedang mata
hati tidak pernah tenggelam”.
Alam
raya ini bias terang benderang adalah karena Allah telah menyinarinya dengan
cahaya bekas-bekas sifat-sifat-Nya (benda-benada ciptaannya), seperti matahari,
bulan, bintang, dan benda-benada lain yang dapat dipergunakan manusia untuk
membuat alat-alat penerangan.
Kalau
orang bias menciptakan alat-alat penerangan seperti neon, lampu pijar, lilin,
dan sebagainya, maka pada hakekatnya semua itu adalah ciptaan Allah juga.
Karena bahan-bahan dasar dab juga ilmu yang dipergunakan untuk menciptakan
alat-alat tersebut adalah ciptaan atau pemberian dari Allah.
Perhatikan
firman Allah dalam Al-qur’an Surat An-Nur ayat 36,
yang artinya :
Allah
(pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah
seperti lubang yang tak tembus yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di
dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,
yang dinyalakan dengan minyak pohon yang banyak berkahnya (yaitu) pohon Zaitun
yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat,
yang minyaknya (saja) hamper-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
Cahaya atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membingbing kepada cahaya-Nya siapa
yang dikehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Sebagaimana
alam raya ini, hati pun disinari Allah, yakni dengan cahaya iman, sehingga
dengan melalui hati yang sudah disinari tersebut orang-orang mukmin dapat
menyaksikan sifat-sifat Allah.
Pada
hakekatnya, di dalam hati orang-orang kafir itu juga terdapat sinar dari Allah.
Hanya saja sinar itu masih tertutup oleh sifat kemanusiaannya sendiri yang
masih terbelenggu oleh keinginan hawa nafsu, sehingga hati mereka itu menjadi
gelap gulita dan tidak dapat menyaksikan sifat-sifat Allah.
Perhatikan
firman Allah dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 40,
yang artinya :
Atau
seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di
atasnya ombak (pula), diatasnya (lagi) awan gelap gulita yang tindih bertindih.
Pabila dia mengeluarkan tangannya tiadalah dia dapat melihatnya, (dan)
barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia
mempunyai cahaya sedikitpun)”
.
adapun bukti bahwa didalam hati orang-orang kafir itu terdapat cahaya, kita
bias melihatnya dalam Al-Qur’an surat
Al-Mukminun ayat 84-90, yang artinya :
Katakanlah : Kepunyaan siapakah bumi ini dan
semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?. Mereka akan menjawab : Kepunyaan
Allah. Katakanlah : Maka apakah kamu tidak ingat? Katakanlah : siapakah yang
mempunyai langit yang tujuh dan yang mempunyai ‘Arsy yang besar? Mereka akan
menjawab : Katakanlah Allah. Katakanlah : Maka apakah kamu tidak bertaqwa?.
Katakanlah : siapakah yang di tangan-Nya berada kekuatan atas segala sesuatu
sedang Dia melindungi, dari (azab)-Nya,
jika kamu mengetahui ?. mereka akan menjawab : Kepunyaan Allah. Katakanlah :(Kalau demikian), maka dari jalan
manakah kamu ditupu?. Sebenarnya kami telah membawa kebenaran kepada mereka,
dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta”.
Jadi
sebenarnya kegelapan hati mereka (orang-orang
kafir) itu adalah disebabkan oleh pendirian mereka sendiri yang sesat,
penuh dengan kedustaan dan (tentu saja)
karena belum mendapatkan rahmat dari Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar