Mataa ja’alaka fizh-zhahiri mumtatsilaan
li-amrihi warazaqaka filbaathinil-istislaami liqahrihi faqad a’zhamalminnata
‘alaika.
Apabila Allah menjadikan kamu selalu mengikuti
perintah-Nya dan memberi rizqi (pertolongan) kepadamu pada dhahirnya, dan
menjadikan kamu menyerah (rela) terhadap kepastiannya dalam batinnya, ini
berarti bahwa Allah telah memberi kenikmatan (karunia) yang sangat besar
kepadamu”.
Adalah
merupakan karunia Allah yang tak ternilai harganya apabila kita dapat
menyelaraskan gerakan dhahir (badan) dalam beribadah kepada-Nya denagn apa yang
terdapat dalam batin (yakni dengan kerelaan dan keikhlasan hati dalam menerima
ketetapan-ketetapan Allah (rububiyah Allah) yang berlaku atas dirinya).
Dalam
kitabnya yang berjudul “NASHOOLHUDDIN”. Abdul Ba’alawy menerangkan bahwa :
Barangsiapa
yang benar-benar rela ber-Tuhankan Allah, maka ia harus rela pula pula menerima
ketetapan-ketetapan-Nya dengan tidak meninggalkan usaha atau ikhtiar dengan
segala daya dan kemampuannya, tanpa harus melanggar larangan-larangan agama
atau menghindari hal-hal haram”.
Selain
itu, dalam keadaan yang bagaimanapun juga kita harus tetap berusaha menjalankan
kewajiban-kewajiban kita sebagai manusia mu’min dan muslim, menyerahkan dan
menyandarkan sepenuhnya kepada-Nya, meninggalkan apa-apa yang diharamkan.
Bersikap sabar dan tawakal dalam menerima cobaan, senantiasa mensyukuri setiap
kenikmatan yang telah diberikan, serta selalu merasa rindu bertemu dan
menghadap kehadirat-Nya dalam keadaan diridhoi-Nya.
Perlu
diingat, bahwa barangsiapa yang sudah mempunyai keyakinan yang teguh dan hati
yang mantap dalam memeluk agama islam yang berarti ia telah mengagungkan
kehormatan serta si’ar agama islam maka ia harus selalu berusaha untuk semakin
memperteguh keyakinannya, yakni dengan jalan mencari ilmu pengetahuan dan
melakukan amal-amal kebajikan.
Dan barangsiapa yang sudah ridho dengan hati
yang tulus ikhlas bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, maka ia harus selalu
berusaha mengikuti jejak dan petunjuk-petunjuk Rasulullah, serta menjadikannya
sebagai tauladan hidupnya.
Dengan
demikian, maka apabila kita sudah mengaku sebagai orang yang beriman, maka
hendaklah pengakuan kita tersebut kita buktikan dengan amal perbuatan dan bukan
hanya terucap melalui lisan saja. Begitu juga dengan ucapan-ucapan yang lain
seperti do’a, dzikir dan sebagainya itu, dalam pengucapannya haruslah disertai
pemahaman dan peresapan arti atau maksud akan apa yang diucapkannya itu kedalam
hati.
Seandainya
kita sudah dapat melaksanakan oerintah-perintah Allah (pada lahirnya) dan rela
atau ikhlas terhadap ketentuan-ketentuan Allah (pada batinnya), maka berarti
kita telah mendapatkan karunia dari Allah yang tak ternilai harganya, karena di
dalamnya terdapat ubudiyah lahir dan ubudiyah batin yang dapat menghantarkan
kita menuju puncak (Istiqamah) dan
puncak Mustaqim.
Perhatikan
firman Allah dalam Al-qur’an Surat Al-Taubah ayat 7, yang artinya :
Selama
mereka bersikap lurus kepada Kami (Allah),
hendaknya kamu bersikap teguh hati (Istiqamah)
kepada mereka. Sesunhgguhnya Tuhan itu menyukai orang-orang yang bertaqwa”.
Adapun
yang dimaksud dengan (Shirotol Mustaqim)
adalah jalan yang lurus, yakni jalannya orang-orang yang mendapat petunjuk dan
bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan yang disesatkan-Nya.
Karena
itu agar supaya senantiasa berjalan diatas jalan yang lurus, maka perbanyaklah
membaca (Do’a) sebagaimana yang
terdapat dalam Al-qur’an Surat Al-Fatikhah ayat 6,
yang artinya :
“Tunjukilah
kami jalan yang lurus”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar