Rubbamaa
dakhalarriya-u ‘alaika min haitsu laayanzhurulkhalqi ilaika
Artinya
: Kadang-kadang riak ini masuk kepadamu dari arah yang orang tidak melihat
kepadamu”.
Setiap
manusia atau bahkan malaikat sekalipun, tidak akan bias menilai dengan
sebenar-benarnya akan amal yang dilakukan oleh orang lain. Mereka hanya dapat
melihat dari sisi lahirnya saja, tetapi dari sisi batinnya tidak akan ada yang
tahu, kecuali hanya Allah yang dapat mengetahuinya.
Dalam
hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Thobroni yang diantara
perowinya termasuk Al-Jamius Shohih, disebutkan, bahwa Allah berfirman, yang
artinya :
“Kelak
pada hari kiamat akan didatangkan beberapa buku yang telah disegel (buku amal
pekerjaan harian menurut catatan Raqib dan Atid) lalu dihadapkan kepada Allah
swt. (pada waktu itu) Allah berfirman : buanglah ini semuanya.
Malaikat
berkata : Demi kekuasaan engkau, kami tidak melihat didalamnya melainkan yang
baik-baik saja, selanjutnya Allah berfirman sesungguhnya isinya catatan ini
dilakukan bukan karena Aku, dan Aku sesungguhnya tidak akan menerima kecuali
apa-apa yang dilaksanakan karena mencari keridhoan-Ku”.
Adapun
riya’ itu terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1.
Riya’jali
(terang), yaitu seseorang yang menjalankan amal kebajikan dihadapan orang
sholeh yang berbakti kepada Allah.
2.
Riya’khofi
(samara), yaitu seseorang yang merahasiakan amal kebajikannya dari hadapan
orang lain, tetapi dalam merahasiakannya itu ia bertujuan agar dirinya mendapat
pujian.
Adapun
tanda-tanda riya’ khofi antara lain : senang dihormati, merasa benci bila
diremehkan, suka menonjolkan diri, ingin diutamakan atau didahulukan
kebutuhannya, ingin dimurahkan dalam pembelian, ingin dianggap penting merasa dirinya
npaling berjasa, paling pandai dan sebagainya.
Dengan
keterangan di atas, kiranya akan sulit bagi kita untuk melepaskan diri dari
riya’. Kecuali apabila kita dapat berma’rifat kepada Allah dan membersihkan
hatiini dari segala macam bentuk kesyirikan, baik syirik besar mapun syirik
kecil (riya’).
Yusuf
bin Hussen r.a. pernah berkata, yang artinya :
“Sesuatu
yang paling utama di (Dunia) adalah (Ikhlas). Dan beberapa kali aku berjuang
dalam menggugurkan riak dari dalam hatiku. Akan tetapi riak itu timbul kembali
dalam hatiku dalam bentuk corak lain”.
Sehubungan
dengan hal ini, Imam Al-Ghozali berpendapat, bahwa penilaian amal yang
dikerjakan seseorang itu tergantung kepada kekuatan pendorongnya,yaitu :
1. Apabila pendorong keagamaannya (untuk
mendekatkan diri kepada Allah) sama kuat (seimbang) dengan pendorong ria’nya
maka ia tidak mendapat pahala dan juga tidak mendapat siksa.
2. Apabila pendorong riya’nya lebih kuat
disbanding pendorong keagamaannya, maka ia mendapat siksa sesuai dengan kadar
ria’nya,
3. Apabila pendorong keagamaannya lebih
kuat disbanding dorongan-dorongan lain,maka ia akan mendapat (pahala), sesuai
dengan kadar keikhlasannya yang kemudian dilipat gandakan sesuai dengan
kehendak Allah.
Hal
ini sesuai firman Allah dalam Al-qur’an Surat Al-Zalzala ayat 7-8,yang artinya
:
Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dlarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dlarrahpun,
niscaya ia akan melihat (balasan) nya pula”.
Didalam
sebuah hadits qudsi diriwayatkan oleh Qutni dari Anas r.a. dengan isnat Hasan,
disebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda : yang artinya :
‘Apabila
seorang beramal beberapa amal yang baik, para malaikat naik membawanya dalam
satu buku yang disegel. Buku itu diletakkan dihadapan Allah swt. Kemudian Allah
berfirman :” Buanglah buku-buku ini, karena amalan-amalan ini dilakukan bukan
karena Aku. Kemudian Dia memerintahkan kepada malaikat :” Tulislah baginya
begini dan begitu. Malaikat menyahut :’ Wahai Tuhan kami, sesungguhnya ia tidak
pernah melakukan yang demikian ini “.
Allah
berfirman :”itu adalah pahala terhadap amal yang ia niatkan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar