Rahmat Mulyadi

Rahmat Mulyadi

Senin, 22 April 2013

158. KETIDAK MAMPUAN MATA MANUSIA DALAM MELIHAT ALLAH



Innamaa hajab haqqa ‘anka syiddatu qarbihi minka. Wainnamaahtajaba lisyiddati zhuhuurihi wakhafiya ‘anil-abshaari li’azhami nuurihi.

Artinya Bahwasanya yang menghalangi Allah darimu itu sebab terlalu dekat-Nya dari kamu. Dan bahwasanya Dia dapat terhalang sebab sangat terangnya dan samara dari penglihatan sebab sinar cahaya-Nya yang besar dan agung”.

Lemahnya dan sangat terbatasnya kemampuan alat penglihatan manusia, menyebabkan mereka tidak mampu untuk melihat Allah. Seandainya saja Allah benar-benar menampkkan (wujud-Nya), niscaya mata manusia akan buta atau bahkan tubuhnya akan rusak binasa (mati) disebabkan karena kebesaran dan sangat terangnya Dzat Allah.
Firman Allah dalam Hadits qudsi, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Hakim yang bersumber dari Ibnu Abas, yang artinya :
“Hai Musa ! Engkau sekali-kali tidak dapat melihat-Ku. Sungguh, makhluk hidup pasti mati melihat-Ku, yang kering pasti mongering-kering kerontang, yang basah pasti bertaburan, yang dapat melihat-Ku hanyalah para penghuni syurga yang tidak akan mati pandangannya dan tidak akan hancur binasa tubuhnya”.

Didalam hadits qudsi diatas menerangkan, bahwa yang dapat melihat Allah hanyalah penduduk surga. Karena mereka itu setelah matunya diciptakan kembali oleh Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan. Kekal selama-lamanya dan dihilangkan kelemahan-kelemahannya sehingga mereka sanggup dan bahkan memperoleh kenikmatan ketika memandang kepada Allah.
Adapun tentang hakekat dari memandang itu sendiri, tak seorang pun yang dapat mengetahui atau menyebutkan cara-caranya. Sedangkan para ulama salaf berpendapat, bahwa soal “Ru’yah” (memandang) itu berpangkal pada “Bilaa Kaifa” (tidak tahu bagaimana caranya dan kifiyatnya), sehingga kita tidak dapat memperkirakan atau menggambarkan (wallahu –A’lam).
Dalam hal ini, Rosyid Ridho menerangkan, sebagaimana yang terdapat dalam tafsir Al-Manar, sebagai berikut :
-                      Nikmat Ru’yatullah (memandang Allah) itu adalah merupakan kenikmatan rohani yang tinggi dan sempurna yang hanya dapat dirasakan di syurga kelak.
-                     Memandang Allah kelak di syurga adalah haq dan benar yang diperuntukan bagi hamba-hamba yang diridhoi-Nya.
-                     Ru’yah itulah yang lebih tepat dituju oleh firman Allah dalam Al-qur’an surat
            As-Sajadah ayat 17, yang artinya :
             “ Tidaklah satupun yang dapat mengetahui apa yang disembunyikan dan dirahasiakan kepada mereka dari yang menyedapkan pandangan mata”.
Juga dalam surat Al-qiyamah ayat 22-23, yang artinya :
“wajah-wajah 9kaum mukminin) pada hari itu berseri-seri kepada Tuhannya mereka memandang”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar