Rubbamaa dallahumul-adabu ‘alaa tarkith-thalabi I’timaadan ‘alaa
qismatihi wasyti’ghaalaan bidzikrihi ‘an mas-alatihi.
Artinya :
“Kadang-kadang adapun itu mendorong untuk meninggalkan permohonan (tidak berdo’a
kepada Allah) disebabkan bersandar kepada pembagian Allah dan sebab sibuk
dengan berdzikir kepada –Nya, hingga tidak sempat memohon kepada-Nya”.
Sebagaimana kita
ketahui, do’a itu mempunyai bermacam-macam seperti memuji, ibadah, memohon,
bercakap-cakap dan sebagainya.
Sedangkan yang
dibahas pada bab ini adalah do’a yang berarti memohon atau mengharap sesuatu
itu dari Allah.
Dalam bab terdahulu
telah diterangkan, bahwa Allah telah memerintahkan kepada kita untuk senantiasa
(berdzikir) dan (berdo’a) kepada-Nya. Akan tetapi bagi orang yang sudah
tenggelam dalam (dzikir) dan sudah merelakan diri sepenuhnya terhadap ketentuan
Allah, mereka ini tidak mau lagi berdo’a
lantaran ia merasa (malu) atau
sungkan untuk meminta kepada-Nya.
Adapun tentang
dzikir (ingat kepada Allah), sebagaimana kita ketahui juga, terbagi menjadi
beberapa macam, diantaranya:
1. Dzikir qouli.
Asma Allah dengan
lisan dan meresapkannya kedalam hati, seperti membaca tasbich (subhanallah)
tahmid (al-hamdulillah). Takbir (Allahu Akbar), istighfar (Astaghfirullah),
tahlil (Laa ilaaha Illallah), membaca Al-Qur’an. Dan sebagainya.
2. Dzikir Fi’il
Yakni mengingat
Allah dengan perbuatan misalnya : meninggalkan kemaksiatan, menuntut ilmu,
mencari rizqi dengan cara yang halal, menghibur orang yang kesusahan dan
sebagainya.
3.dzikir dengan mentafakuri makhluq ciptaan Allah pada setiap
waktu, setiap situasi dan setiap kondisi.
Dzikir yang semacam
ini tertinggi tingkatannya.
Firman Allah yang berhubungan dengan perintah (berdzikir) ini di antaranya
yang terdapat dalam Surat Al-Imran ayat 41, yang artinya :
“Ingatlah
sebanyak-banyaknya kepada Allah dan ucapkanlah tasbich pada waktu sore dan
pagi”.
Juga dalam Surat al-Kahfi ayat 24,
yang artinya :
“Dan ingatlah
kepada Tuhanmu apabila kamu lupa”.
Sebagaimana ulama
berpendapat, bahwa berdo’a itu lebih utama dari pada berdzikir melulu. Hal ini
didasarkan pada sabda Rasulullah, yang artinya : Do’a itu otaknya ibadah”.
Dan melaksanakan
ibadah itu lebih utama dari meninggalkannya. Akan tetapi sebagaimana ulama yang
lain berpendapat, bahwa diam (menyerahkan
diri sepenuhnya pada ketentuan dan ketetapan Allah) itu adalah lebih utama
dan lebih diridhai. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah yang artinya :
“barang siapa yang
sibuk dzikir kepada-Ku hingga tidak memohon kepada-Ku, pasti Aku akan
memberinya lebih utama dari apa yang diberikan kepada orang-orang yang memohon
(kepada-Ku)”.
Ada lagi pendapat sebagaimana ulama yang lain, yakni : utama atau
tidaknya itu tergantung kepada keadaan hati, jika hati lebih cenderung untuk
berdo’a, maka sebaliknya berdo’a, tetapi jika hati lebih cenderung untuk diam
(tidak berdo’a), maka sebaiknya kita berdo’a.
wallahu ‘alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar