Rahmat Mulyadi

Rahmat Mulyadi

Sabtu, 20 April 2013

186.JIKA HATI MASIH SERING MERASA RISAU DAN BERDUKA CITA MAKA BERARTI HATI TERSEBUT BELUM MELIHAT ALLAH



Maatajiduhulquluubu minal humuumi wal ahzaani fail-ajli maa mana’ta min wujuudil’iyaani.

Artinya : “Apa yang hati telah mendapatkannya dari bermacam-macam kesusahan dan kedukacitaan, maka semata-mata apa yang menghalangi kamu dari wujudnya melihat Allah”

Apabila seseorang dalam hatinya seringkali timbul kerisauan dan keduka citaan dalam mengatasi peroblema-peroblema hidup dan kenyataan-kenyataan yang harus dihadapi, maka hal ini menendakan bahwa orang tersebut masih belum bisa menggunakan mata hatinya untuk melihat Allah  dan juga belum bisa bermusyahadah kepada-Nya (masih meragukan kekuasaan-Nya).
Oleh karena kerisauan dan keduka citaan yang timbul didalam hati tersebut merupakan hasil dari perbuatan (hawa nafsu), maka untuk menghilangkannya adalah dengan mengendalikan (hawa nafsu) tersebut sehingga tidak sampai menguasai hati kita.

Firman Allah dalam Al-qur’an Surat Yunus ayat 62, yang artinya :
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tuidak ada kehawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”

Dan dalam Surat At-Taubah ayat 40, yang arinya :
“Janganlah berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”.

Juga dalam Surat Ar-Ruum ayat 47, yang artinya :
“Merulakan kewajiban Kami (Allah) membantu golongan mukmin”.

Dengan demikian telah jelas bagi kita, bahwa Allah senantiasa menyertai dan memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang beriman dan mau melakukan Amal Ma’ruf Nahi Munkar (menyuruh berbuat kebaikan dan kepada kemunkaran).
Keterangan diatas dipertegas lagi dengan firman Allah dalam Al-qur’an surat Muhammad ayat 7, yang artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian memberi bantuan kepada Allah niscaya Allah akan menolong kamu dan meneguhkan kedudukanmu”.

Janji Allah tak akan pernah diingkari. Maha Suci allah dan sifat yang demikian ini. Dan sejarah telah membuktikannya. Diantaranya adalah :
-                      ketika terjadi perang Badar, dimana tentara kaum muslimin yang jumlahnya sedikit harus melawan tentara kaum kafir yang jauh lebih banyak jumlahnya dan lebih lengkap persenjataannya. Seandainya dipikir secara akal, pastilah seluruh tentara kaum muslimin akan terbunuh dimedan perang. Akan tetapi sesuai dengan janji Allah, maka dia menurunkan (bala tentaranya yang berupa Malaikat yang tidak dapat dipandang oleh mata untuk membantu tentara kaum muslimin sehingga bala tentara kafir menjadi porak poranda dan akhrnya mengalami kekalahan yang sangat menyedihkan sekaligus juga sangat memalukan).
-                       Juga sebagaimana yang dikisahkan Sahabat Jabir r.a. bahwasanya ketika terjadi perang (Dzaatir Riqo), Rasulullah SAW. Beristirahat dibawah pohon seorang diri, tiba-tiba beliau didatangi oleh seorang laki-laki dari pihak musuh, yang telah lama mengintainya terus mengambil pedang beliau yang tergantung diatas pohon kemudian mengacung-ngacungkannya dihadapan Rasulullah sambil berkata dengan kasar:”  Wahai Muhammad, tidak takutkah engkau kepadaku?”.Tidak” sahut Rasulullah. Bertanya lagi orang itu :”Siapakah yang dapat menolong engkau pada saat sekarang ini? Dengan mantap Rasulullah menjawab”Allah” Setelah itu bergetarlah hatinya dan gemetar tangannya sehingga pedang yang ada ditangannya terjatuh yang kemudian dipungut oleh Rasulullah. Kini giliran Rasulullah yang bertanya kepadanya : “Siapakah yang dapat menolong engkau pada saat ini?.” Dengan gemetar laki-laki itu menjawab :”Engkau adalah sebaik-baik orang yang menentukan”. Kalau begitu”Kata belliau,”Ucapkanlah, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya”. Tetapi laki-laki tersebut menolak :”Tidak, saya tidak akan menggabungkan diri kedalam golongan kaum yang memerangi engkau”. Akhirnya Rasulullah memerintahkan laki-laki itu pergi meninggalkannya. Setelah dia bertemu dengan kawan-kawannya, dia berkata kepada mereka:”Saya telah bertemu dengan manusia yang paling baik”. (kisah ini tersebut dalam hadits riwayat Tirmidzi).

Dalam hal ini Syeikh Muhammad Abduh pernah mengatakan, bahwa orang-orang yang beriman mempunyai harapan yang baik yang tidak dipunyai oleh golongan lain. Harapan tersebut berupa (bantuan Allah yang dijanjikan kepadanya), dan juga dia berharap akan mendapatkan pahala di akhirat kelak atas perjuangan yang dilakukaknnya. Dengan harapan yang kuat itu akan meringankan kepedihan-kepedihan yang dialaminya, baik dalam kehidupannya sendiri maupun dalam perjuangan yang tengah dikakukannya.
Keterangan diatas disambunglagi oleh Rasyid Ridho, bahwa bantuan Allah kepada orang mukmin itu akan datang selama mereka beramal atau berjuang menurut petunjuk-petunjuk dan ketentuan-ketentuan Allah
Lebih lanjut dijelaskan lagi oleh Syayid Quthub, bahwa terkadang menurut anggapan manusia bantuan Allah itu terlambat datangnya. Anggapan seperti itu sudah tentu salah besar. Karena sebenarnya Allah-lah Yang Maha Mengetahui hikmah di balik peristiwa yang terjadi, Maha Bijaksana dan selalu menepati (janji-Nya) menurut waktu yang dikehendaki-Nya.
Dengan penjelasan-penjelasan di atas, kiranya tak perlu lagi kita merasa risau, takut, khawatir, dan berduka cita dalam menghadapi kenyataan-kenyataan hidup yang ada. Karena selama berpegang teguh pada peraturan-peraturan, petunjuk-petunjuk dan ketentuan-ketentuan Allah, maka pasti bantuan Allah akan datang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar