Rahmat Mulyadi

Rahmat Mulyadi

Sabtu, 20 April 2013

187. KENIKMATAN YANG PALING BAIK DAN PALING SEMPURNA



Min tsamaamin-ni’mati ‘alaika anyarzu qaka maa yakfiika wayamna’aka maa yuthghiika.

Artinya : “Diantara kesempurnaan yang ada padamu adalah Allah yang membagi (memberi) rizqi kepadamu apa yang bisa (mencukupimu), dan Dia mencegahmu dari apa yang bisa menyesatkanmu”.

Tidak ada kenikmatan yang lebih baik dan lebih sempurna dari pada (rizqi) yang cukup (tidak kurang dan tidak berlebih-lebihan) yang dengan keadaan seperti itu menjadikan kesyukuran dan mencegah diri dari pada perbuatan-perbuatan yang menyesatkan. Sebab sudah seringkali terjadi kekayaan dan kemewahan membuat orang terlena dan berfoya-foya dengan kekayaannya, sehingga hal ini menjauhkan dirinya dari pada jalan kebenaran.
Firman allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 6-7, yang artinya :
“ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benra melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup”.

Selanjutnya Allah memperingatkan, sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 47, yang artinya :
“ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugrahkan kepadamu. Dan (ingatlah) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat”.

Menurut Yusuf Al-Qordhawy dalam bukunya yang berjudul “Al-Imran Wal Hayat”. Hikmah itu terbagi menjadi (7) macam, yaitu :
1. Nikmat tentang proses penciptaan manusia.
“manusia diciptakan oleh Allah dengan cara yang mengagungkan, yakni dari (zat) yang berasal dari tubuh manusia sendiri, yaitu yang berupa (sprema) laki-laki yang kemudian bercampur dengan (ovum) wanita.
Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Insaa ayat 2, yang artinya :
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari (setetes mani) yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan) karena itu kami jadikan dia mendengar dan melihat”.
Betapa sangat mengagumkan, hanya dari setetes air mani yang bercampur ovum, Tuhan menciptakan manusia yang lengkap dengan intrumen-intrumen yang diperlukan, seperti mata, kaki, tangan, jantung, paru-paru, akal dan sebagainya, yang kesemuanya itu mampu bergerak menurut fungsinya masing-masing.
2. Kenikmatan karena dijadikan sebagai manusia.
Beruntung sekali kita diciptakan Allah sebagai manusia dan bukan sebagai binatang, tumbuhan, atau benda-benda mati lainnya. Banyak sekali kelebihan-kelebihan atau keistimewaan yang diberikan Allah kepada manusia, diantaranya dengan diserahkannya segala macam makgluq untuk kepentingan manusia.
Firman Allah dalam al-qur’an Surat Al_Israa’ ayat 70, yang artinya :
“Dan sesungguhnya telah kami muliyakan anak-anak adam. Kami angkut mereka di daratan dan dilautan, kami beri (rizqi) kepada mereka dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluq yang telah Kami ciptakan”.
3.Nikmat berupa ilmu dan perasaan.
Dengan diberinya ilmu dan perasaan, manusia dapat memanfaatkan segala macam makhluq yang ada disekitarnya untuk kepentingan hidupnya. Dengan ilmu yang dimilikinya pula, manusia dapat dibedakan dari makhluq-makhluq lainnya yang bodoh dan tidak berakal.
4. nikmat dapat memisahkan antara yang haq dengan yang batil.
Manusia dapat memisahkan antara yang haq dengan yang batil karena di karunia Allah akal. Karena itu apabila ada manusia yang mencampur adukkan antara yang haq yang batil, yang manfaat dan yang mudhorot, maka manusia yang demikian itu berarti tidak bisa menggunakan akalnya dengan baik yang berarti pula dirinya tidak lebih dari pada binatang, bahkan dikatakan oleh Allah lebih hina dari pada itu.
5.Kenikmatan menerima rizqi yang baik dari Allah
Dengan rizqi yang diterimanya manusia dapat hidup secara layak. Akan salah besar apabila ada yang beranggapan, bahwa rizqi yang diterimanya itu di dapat karena kepandaian dan kegigihannya dalam berusaha.kepandaian dan kegigihannya itu hanya nerupakan (alat) atau (ikhtiar). Sedangkan hasilnya, Allah-lah yang menentukan.
Firman Allah dalam Al-qur’an Surat Saba’ ayat 24, yang artinya :
“Katakan, siapkah yang memberi rizqi kepadamu dari langit dan bumi? Katakanlah Allah”.
1. Nikmat yang berupa iman, taufiq, dan hidayah.
Kenikmatan yang berupa iman, taufiq dan hidayah ini hanya dapat dirasakan oleh orang-orang mukmin. Allah berfirman dalam Al-qur’an Surat Al-Hujuraat ayat 7, yang artinya :
“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan, mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Menurut Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, yang dimaksud dengan (taufiq) ialah (kehendak Allah) yang datang dari-Nya sendiri terhadap hamba-Nya untuk mengerjakan kebaikan, diberinya kesanggupan untuk melakukan perbuatan yang di ridhoi-Nya yang didorong dengan kecintaan kepada-Nya.
Adapun yang dimaksud dengan (hidayah) yaitu (petunjuk dan bingbungan) untuk sampai kepada yang dicita-citakan dan diharapkan manusia kebanyakan masyarakat hanya mengenal rangkaian kata (Taufiq. Hidayah, dan Inayah). Tetapi menurut Iman Ghazali. Dari kata (Taufiq) tersebut terrangkai pula kata (Tasdid) dan (Ta’yid).
Lebih lanjut dijelaskan oleh Iman Ghozali, bahwa yang dimaksud (Ta’yid) tersebut adalah (pertolongan Allah) dalam kehidupan seorang hamba yang diridhoi-Nya.
Adapun (Inayah) yang oleh Imam Al-Ghozali disebutkan dengan “(Rusyid”) adalah (hidayah) yang dapat mendorong atau menggerakkan seseorang untuk mencapai kebahagiaan dan dapat pula mengatasi rintangan-rintangan yang menghalanginya dalam mencapai cita-cita. Dan selanjutnya untuk mencapai cita-cita tersebut diperlukan (Tasdid), yakni agar dapat menggunakan waktu dan tenaganya serta sarana dan perasarana yang ada dengan (efektif) dan (seefesien) mungkin
Ada pula seorang sarjana islam yang cukup terkenal bernama Dr. Hasan Huwaidy yang mengatakan, ada beberapa sebab yang dapat mengakibatkan seseorang terjauh dari Taufiq dan Hidayah Allah sehingga terjatuh ke dalam kesesatan. Sebab itu antara lain :
-          Enggan memahami dan mengkaji yang haq.
-          Terlalu menurutkan hawa nafsu.
-          Terlalu angkuh dan sombong.
-          Tercekam rasa takut yang berlebih-lebihan.
Sedangkan Rasyid Rodho mengemukakan, bahwa hidayah itu benar-benar datangnya dari Allah. Tidak ada seorang pun yang bisa mendatangkan hidayah, bahkan Rasulullah sendiri pun tidak bisa.
2. Nikmat persatuan dan persaudaraan.
Dengan nikmat ini orang mukmin dapat bergaul dengan selamanya dengan akrab dan harmonis, sehingga timbul persatuan dan persaudaraan diantara mereka.
Firman Allah dalam Al-qur’an surat al-Anfal ayat 63, yang artinya :
“Dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang mukmin). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak akan dapat mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dengan keterangan diatas, jelaslah bagi kita, bahwa uang atau harta tidak dapat dipakai sebagai alat untuk mempersatukan mereka. Tetapi perasaan seiman dan seagamalah yang dapat mempersatukan hati orang-orang mukmin.

Demikian besar dan luasnya nikmat Allah yang diberikan kepada manusia. Namun demikian sedikit sekali yang mau mensyukuri nikmat-Nya, bahkan kebanyakan di antara mereka menjadi (kufur) dan banyak melakukan (kemungkaran-kemungkaran.
Baik dalam Al-qur’an maupun Hadits telah banyak dijumpai kisah-kisah yang menceritakan tentang orang-orang atau kaum yang dihancurkan Allah disebabkan oleh (kekufuran) mereka dalam menerima nikmat dari-Nya.
Diantara kisah-kisah tersebut di antaranya tentang “Ash-Haabul Jannah (para pemilik kebun)”. Sebagaimana yang dikisahkan dalam Al-qur’an berikut ini.
“pada zaman dahulu di negeri (Yaman), tepatlah di suatu daerah yang bernama (Birwan), terdapat pemilik-pemilik kebun yang kaya raya. Tetapi dengan kekayaan itu mereka tidak mau membelanjakannya pada jalan Allah, sebaliknya mereka malah (kikir) dan (sombong).
Diceritakan pula, bahwa di antara mereka yang kaya raya itu terdapat sebagian penduduk yang hidupnya melarat lagi miskin, yang apabila panen tiba mereka berbondong-bondong datang ke kebun dan meminta sedekah dari para pemiliknya.
Akan tetapi dasar kikir, maka para pemilik kebun itu selalu mencari-cari alas an atau cara-cara untuk menghindarkan diri dari pemintaan orang-orang miskin itu.
Maka pada suatu hari ketika sudah dekat saat memanen, para pemilik kebun itu bermusyawarah untuk mencari cara agar terhindar dari serbuan orang-orang miskin yang biasanya datang berbondong-bondong ke kebunnya untuk meminta belas kasihan dari mereka.
Akhirnya dari hasil musyawarah itu diperoleh kesepakatan, mereka akan memanen hasil kebunnya pada (pagi-pagi) sekali, sehingga ketika para peminta-minta itu datang, mereka sudah pulang ke rumah masing-masing dengan membawa hasil panennya.
Akan tetapi kiranya Allah tidak akan membiarkan begitu saja hamba-Nya melakukan kemungkaran. Karena itu dia lalu membalas kekikiran para pemilik kebun itu pada malam hari itu juga.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali para pemilik kebun itu sudah berangkat menuju kebunnya. Akan tetapi alangkah kaget, kecewa dan marahnya mereka begitu telah sampai dikebunnya. Mereka melihat tidak ada sebuah pun buah-buahan yang tersisa. Semuanya telah hilang musnah entah kemana. Padahal kemarin tanaman mereka itu sangat lebat buahnya. Akibatnya mereka saling menuduh dan menyalahkan. Akan tetapi siapakah yang dapat menyalahkan tindakan Allah?”

Selainitu ada lagi kisah sebagaimana yang terdapat dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim berikut ini, yang artinya :
“Dari Abu Huroiroh r.a. sesungguhnya dia telah mendengar Nabi SAW. Bersabda : Ada (tiga) orang dari Bani Israel, (yang masing-masing dari mereka itu) belang, botak dan yang ketiga buta. Ketika Allah akan menguji mereka, lalu Allah mengutus Malaikat yang menyerupai manusia, lalu Allah mengutus seorang Malaikat itu kepada orang (belang) dan bertanya : Apakah yang kau inginkan? Jawabnya : Kulit dan rupa yang bagus serta hilangnya penyakit yang menyebabkan orang-orang jijik pada saya. Maka diusap oleh malaikat itu.
Seketika itu juga hilangnya penyakitnya dan berganti rupa serta kulit yang bagus. Kemudian ditanya lagi : Kekayaan apakah yang engkau inginkan? Jawabnya : Unta (sampai disini perawi merasa ragu-ragu, unta atau lembu yang diberikannya itu). Maka diberinya seekor unta yang bunting sambil dido’akan : Barokallaahu Laka Fiihaa.
 Kemudian datanglah malaikat itu kepada si (botak) dan bertanya : Apakah yang kau inginkan? Rambut yang bagus dan hilangnya penyakit saya yang menyebabkan kehinaanku dalam pandangan orang. Maka diusapkan, seketika itu juga tumbuh rambut yang bagus. Kemudian ditanya lagi : kini kekayaan apakah yang engkau inginkan? Jawabnya : Lembu. Maka diberinya satu lembu yang bunting, sambil di do’akan : Baarakallaahu lakafiihaa (semoga Allah memberkai atas kekayaan itu). Lalu datanglah Malaikat itu kepada si (Buta), dan bertanya : Apakah yang engkau inginkan: Jawabnya : Kembalinya penglihatan mataku, supaya aku dapat melihat orang, maka diusapkannya, seketika itu juga terbuka matanya dan dapat melihat.
Selanjutnya dia Tanya pula. Kekayaan apakah yang engkau inginkan ? jawabnya kambing : Maka diberinya seekor kambing, yang bunting, sambil di do’akan. Kemudian setelah beberapa tahun dan masing-masing telah mempunyai daerah  tersendiri yang penuh dengan unta, atau lembu ataupun kambing. Maka datanglah Malaikat itu dengan menyerupai seorang miskin. Seperti keadaan si belang. Dahulu yang pada waktu ia belum sembuh dan kaya itu ia berkata : aku seorang miskin yang telah terputus hubungan dalam perjalanku ini, maka tiada yang dapat mengembalikan aku kecuali dengan pertolongan Allah, Allah yang memberi rupa kulit yang bagus, satu unta saja untuk meneruskan perjalannku ini. Jawabnya si belang: Hak-hak orang masih banyak, aku tidak dapat memberimu apa-apa, boleh minta saja dilain tempat. Berkata Malaikat itu : aku seolah-olah pernah tahu padamu, tidakkah engkau dahulu yang belang dijijiki orang?
Juga seorang miskin, kemudian Allah memberimu kekayaan? Jawab : aku telah mewarisi kekayaan ini dari orang tuaku, Berkata Malaikat itu jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikan keadaanmu, sebagaimana dahulu. Kemudian pergi kepada si botak dengan menyamar seperti keadaan sibelang dahulu, dan berkata pula kepadanya sebagaimana yang dikatakan kepada sibelang sehingga dido’akan : jika engkau berdusta semoga kau kembali sebagaimana keadaanmu sedia kala.
Dan akhirnya datanglah kepada si buta dengan mengamar seperti keadaan si buta dahulu semasa ia miskin, dan berkata : Seorang miskin, dan orang rantauan yang telah putus hubungan dalam perjalanan, tidak dapat meneruskan perjalanan ini kecuali dengan pertolongan Allah. Aku minta demi Allah yang mengembalikan pandangan matamu, satu kambing saja untuk meneruskan perjalanan ini. Jawabnya : dahulu memang saya buta. Lalu Allah mengembalikan penglihatanku, maka kini ambillah sesukamu, aku tidak memberatkan sesuatupun kepadamu yang kau ambil karena allah. Maka berkata Malaikat : Jagalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu telah di uji, maka Allah telah ridho kepadamu dan murka kepada kedua temanmu itu (kini keduanya kembali seperti semula)”.
Demikian itulah akhir dari kehidupan seseorang yang (kufur) dan (Syukur). Mudah-mudahan kita semua dapat mengambil ibroh dari kisah-kisah yang telah diceritakan di atas tadi.
Karena itu menurut Saad bin abi waqqos sebagaimana yang telah didengarkan dari Rasulullah, yang artinya :
“Sebaik-baik rizqi adalah yang mencukupi dan sebaik-baik dzikir adalah yang samar (yakni tidak dengan suara yang keras)”.
                      
Juga dalam Hadits lain dinyatakan, yang artinya :
“Sesuatu (rizqi) yang sedikit itu lebih baik dari pada sesuatu (rizqi) yang banyak namun melalaikan”.

Dan sehubungan dengan hal ini Syaikh Ibnu Ath’ pernah mengatakan:
“Hendaklah memprsedikit apa yang menggembirakanmu dengannya agar supaya berkurang apa yang menyusahkanmu atasnya”.

Adapun maksud dari perkataan Ibnu Atho’ di atas adalah, semakin banyak seseorang mendapatkan kesenangan dunia, maka semakin banyak pula kesusahan yang akan dirasakannya. Dan semakin sedikit kesenangan dunia yang didapatnya, maka semakin sedikit pula kesusahan yang akan dirasakannya.
Memang demikian kenyataannya, seseorang yang banyak hartanya, semakin sering merasa gelisah dan takut, jangan-jangan harta itu akan lenyap dan pergi meninggalkannya. Hal ini tentu saja terjadi pada orang-orang yang hidupnya telah tergantung sepenuhnya kepada harta.dan kalau seseorang sudah tidak mampu mengatasi dan menggunakan hartanya dengan baik maka harta itu yang akan berbalik menguasai dan memperalatnya.
Akhirnya terhadap kenikmatan-kenikmatan yang telah kita terima itu, Rasulullah memerintahkan kaepada kita agar sering-sering melakukan (sujud syukur) atau membiasakan diri membaca do’a  syukur sebagaimana yang terdapat dalam Al-qur’an surat An-Naml ayat 19, yang artinya :
“ Ya Tuhanku, engkau berikan kepadaku dan kepada Ibu Bapakku, dan supaya aku melakukakn amal kebajikan yang engkau ridhoi, dan masukkanlah aku dengan karunia rahmat-Mu kedalam golongan hamba-hamba-Mu yang baik”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar