Min tsamaamin-ni’mati ‘alaika anyarzu qaka maa yakfiika
wayamna’aka maa yuthghiika.
Artinya : “Diantara
kesempurnaan yang ada padamu adalah Allah yang membagi (memberi) rizqi kepadamu apa yang bisa (mencukupimu), dan Dia mencegahmu dari apa yang bisa
menyesatkanmu”.
Tidak ada
kenikmatan yang lebih baik dan lebih sempurna dari pada (rizqi) yang cukup
(tidak kurang dan tidak berlebih-lebihan) yang dengan keadaan seperti itu
menjadikan kesyukuran dan mencegah diri dari pada perbuatan-perbuatan yang
menyesatkan. Sebab sudah seringkali terjadi kekayaan dan kemewahan membuat
orang terlena dan berfoya-foya dengan kekayaannya, sehingga hal ini menjauhkan
dirinya dari pada jalan kebenaran.
Firman allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 6-7, yang artinya :
“ketahuilah,
sesungguhnya manusia benar-benra melampaui batas, karena dia melihat dirinya
serba cukup”.
Selanjutnya Allah
memperingatkan, sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat
Al-Baqarah ayat 47, yang artinya :
“ingatlah akan
nikmat-Ku yang telah Aku anugrahkan kepadamu. Dan (ingatlah) bahwasanya Aku
telah melebihkan kamu atas segala umat”.
Menurut Yusuf
Al-Qordhawy dalam bukunya yang berjudul “Al-Imran Wal Hayat”. Hikmah itu
terbagi menjadi (7) macam, yaitu :
1. Nikmat tentang proses penciptaan manusia.
“manusia diciptakan
oleh Allah dengan cara yang mengagungkan, yakni dari (zat) yang berasal dari tubuh manusia sendiri, yaitu yang berupa (sprema) laki-laki yang kemudian
bercampur dengan (ovum) wanita.
Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Insaa ayat 2, yang artinya :
“Sesungguhnya kami
telah menciptakan manusia dari (setetes
mani) yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan) karena itu kami jadikan dia
mendengar dan melihat”.
Betapa sangat
mengagumkan, hanya dari setetes air mani yang bercampur ovum, Tuhan menciptakan
manusia yang lengkap dengan intrumen-intrumen yang diperlukan, seperti mata,
kaki, tangan, jantung, paru-paru, akal dan sebagainya, yang kesemuanya itu mampu
bergerak menurut fungsinya masing-masing.
2. Kenikmatan karena dijadikan sebagai manusia.
Beruntung sekali
kita diciptakan Allah sebagai manusia dan bukan sebagai binatang, tumbuhan,
atau benda-benda mati lainnya. Banyak sekali kelebihan-kelebihan atau
keistimewaan yang diberikan Allah kepada manusia, diantaranya dengan
diserahkannya segala macam makgluq untuk kepentingan manusia.
Firman Allah dalam
al-qur’an Surat Al_Israa’ ayat 70, yang artinya :
“Dan sesungguhnya
telah kami muliyakan anak-anak adam. Kami angkut mereka di daratan dan
dilautan, kami beri (rizqi) kepada mereka dari yang baik-baik dan kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluq yang telah Kami
ciptakan”.
3.Nikmat berupa ilmu dan perasaan.
Dengan diberinya
ilmu dan perasaan, manusia dapat memanfaatkan segala macam makhluq yang ada
disekitarnya untuk kepentingan hidupnya. Dengan ilmu yang dimilikinya pula,
manusia dapat dibedakan dari makhluq-makhluq lainnya yang bodoh dan tidak
berakal.
4. nikmat dapat memisahkan antara yang haq dengan yang batil.
Manusia dapat
memisahkan antara yang haq dengan yang batil karena di karunia Allah akal.
Karena itu apabila ada manusia yang mencampur adukkan antara yang haq yang
batil, yang manfaat dan yang mudhorot, maka manusia yang demikian itu berarti
tidak bisa menggunakan akalnya dengan baik yang berarti pula dirinya tidak
lebih dari pada binatang, bahkan dikatakan oleh Allah lebih hina dari pada itu.
5.Kenikmatan
menerima rizqi yang baik dari Allah
Dengan rizqi yang
diterimanya manusia dapat hidup secara layak. Akan salah besar apabila ada yang
beranggapan, bahwa rizqi yang diterimanya itu di dapat karena kepandaian dan
kegigihannya dalam berusaha.kepandaian dan kegigihannya itu hanya nerupakan (alat) atau (ikhtiar). Sedangkan hasilnya, Allah-lah yang menentukan.
Firman Allah dalam Al-qur’an Surat
Saba’ ayat 24, yang artinya :
“Katakan, siapkah
yang memberi rizqi kepadamu dari langit dan bumi? Katakanlah Allah”.
1.
Nikmat yang berupa
iman, taufiq, dan hidayah.
Kenikmatan yang
berupa iman, taufiq dan hidayah ini hanya dapat dirasakan oleh orang-orang
mukmin. Allah berfirman dalam Al-qur’an Surat Al-Hujuraat ayat 7,
yang artinya :
“Tetapi Allah
menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu
serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan, mereka
itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan nikmat
dari Allah. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Menurut Ibnu Qoyyim
Al-Jauziyyah, yang dimaksud dengan (taufiq)
ialah (kehendak Allah) yang datang
dari-Nya sendiri terhadap hamba-Nya untuk mengerjakan kebaikan, diberinya
kesanggupan untuk melakukan perbuatan yang di ridhoi-Nya yang didorong dengan
kecintaan kepada-Nya.
Adapun yang dimaksud
dengan (hidayah) yaitu (petunjuk dan bingbungan) untuk sampai
kepada yang dicita-citakan dan diharapkan manusia kebanyakan masyarakat hanya
mengenal rangkaian kata (Taufiq.
Hidayah, dan Inayah). Tetapi menurut Iman Ghazali. Dari kata (Taufiq) tersebut terrangkai pula kata (Tasdid) dan (Ta’yid).
Lebih lanjut
dijelaskan oleh Iman Ghozali, bahwa yang dimaksud (Ta’yid) tersebut adalah (pertolongan
Allah) dalam kehidupan seorang hamba yang diridhoi-Nya.
Adapun (Inayah) yang oleh Imam Al-Ghozali
disebutkan dengan “(Rusyid”) adalah (hidayah) yang dapat mendorong atau
menggerakkan seseorang untuk mencapai kebahagiaan dan dapat pula mengatasi
rintangan-rintangan yang menghalanginya dalam mencapai cita-cita. Dan
selanjutnya untuk mencapai cita-cita tersebut diperlukan (Tasdid), yakni agar dapat menggunakan waktu dan tenaganya serta
sarana dan perasarana yang ada dengan (efektif)
dan (seefesien) mungkin
Ada pula seorang sarjana islam yang cukup terkenal bernama Dr. Hasan
Huwaidy yang mengatakan, ada beberapa sebab yang dapat mengakibatkan seseorang
terjauh dari Taufiq dan Hidayah Allah sehingga terjatuh ke dalam kesesatan.
Sebab itu antara lain :
-
Enggan memahami dan
mengkaji yang haq.
-
Terlalu menurutkan
hawa nafsu.
-
Terlalu angkuh dan
sombong.
-
Tercekam rasa takut
yang berlebih-lebihan.
Sedangkan Rasyid
Rodho mengemukakan, bahwa hidayah itu benar-benar datangnya dari Allah. Tidak
ada seorang pun yang bisa mendatangkan hidayah, bahkan Rasulullah sendiri pun
tidak bisa.
2.
Nikmat persatuan
dan persaudaraan.
Dengan nikmat ini
orang mukmin dapat bergaul dengan selamanya dengan akrab dan harmonis, sehingga
timbul persatuan dan persaudaraan diantara mereka.
Firman Allah dalam Al-qur’an surat al-Anfal ayat 63, yang artinya :
“Dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang mukmin). Walaupun kamu
membelanjakan semua (kekayaan) yang
ada di bumi, niscaya kamu tidak akan dapat mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dengan keterangan
diatas, jelaslah bagi kita, bahwa uang atau harta tidak dapat dipakai sebagai
alat untuk mempersatukan mereka. Tetapi perasaan seiman dan seagamalah yang
dapat mempersatukan hati orang-orang mukmin.
Demikian besar dan luasnya
nikmat Allah yang diberikan kepada manusia. Namun demikian sedikit sekali yang
mau mensyukuri nikmat-Nya, bahkan kebanyakan di antara mereka menjadi (kufur) dan banyak melakukan
(kemungkaran-kemungkaran.
Baik dalam Al-qur’an maupun Hadits telah
banyak dijumpai kisah-kisah yang menceritakan tentang orang-orang atau kaum
yang dihancurkan Allah disebabkan oleh (kekufuran)
mereka dalam menerima nikmat dari-Nya.
Diantara kisah-kisah tersebut
di antaranya tentang “Ash-Haabul Jannah (para pemilik kebun)”. Sebagaimana yang
dikisahkan dalam Al-qur’an berikut ini.
“pada zaman dahulu di negeri (Yaman), tepatlah di suatu daerah yang
bernama (Birwan), terdapat
pemilik-pemilik kebun yang kaya raya. Tetapi dengan kekayaan itu mereka tidak
mau membelanjakannya pada jalan Allah, sebaliknya mereka malah (kikir) dan (sombong).
Diceritakan pula, bahwa di
antara mereka yang kaya raya itu terdapat sebagian penduduk yang hidupnya
melarat lagi miskin, yang apabila panen tiba mereka berbondong-bondong datang
ke kebun dan meminta sedekah dari para pemiliknya.
Akan tetapi dasar kikir, maka
para pemilik kebun itu selalu mencari-cari alas an atau cara-cara untuk
menghindarkan diri dari pemintaan orang-orang miskin itu.
Maka pada suatu hari ketika
sudah dekat saat memanen, para pemilik kebun itu bermusyawarah untuk mencari
cara agar terhindar dari serbuan orang-orang miskin yang biasanya datang
berbondong-bondong ke kebunnya untuk meminta belas kasihan dari mereka.
Akhirnya dari hasil musyawarah
itu diperoleh kesepakatan, mereka akan memanen hasil kebunnya pada (pagi-pagi)
sekali, sehingga ketika para peminta-minta itu datang, mereka sudah pulang ke
rumah masing-masing dengan membawa hasil panennya.
Akan tetapi kiranya Allah tidak
akan membiarkan begitu saja hamba-Nya melakukan kemungkaran. Karena itu dia
lalu membalas kekikiran para pemilik kebun itu pada malam hari itu juga.
Keesokan harinya, pagi-pagi
sekali para pemilik kebun itu sudah berangkat menuju kebunnya. Akan tetapi
alangkah kaget, kecewa dan marahnya mereka begitu telah sampai dikebunnya.
Mereka melihat tidak ada sebuah pun buah-buahan yang tersisa. Semuanya telah
hilang musnah entah kemana. Padahal kemarin tanaman mereka itu sangat lebat
buahnya. Akibatnya mereka saling menuduh dan menyalahkan. Akan tetapi siapakah
yang dapat menyalahkan tindakan Allah?”
Selainitu ada lagi kisah
sebagaimana yang terdapat dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim berikut ini,
yang artinya :
“Dari Abu Huroiroh r.a.
sesungguhnya dia telah mendengar Nabi SAW. Bersabda : Ada (tiga) orang dari Bani Israel, (yang
masing-masing dari mereka itu) belang, botak dan yang ketiga buta. Ketika Allah
akan menguji mereka, lalu Allah mengutus Malaikat yang menyerupai manusia, lalu
Allah mengutus seorang Malaikat itu kepada orang (belang) dan bertanya : Apakah yang kau inginkan? Jawabnya : Kulit
dan rupa yang bagus serta hilangnya penyakit yang menyebabkan orang-orang jijik
pada saya. Maka diusap oleh malaikat itu.
Seketika itu juga hilangnya
penyakitnya dan berganti rupa serta kulit yang bagus. Kemudian ditanya lagi :
Kekayaan apakah yang engkau inginkan? Jawabnya : Unta (sampai disini perawi
merasa ragu-ragu, unta atau lembu yang diberikannya itu). Maka diberinya seekor
unta yang bunting sambil dido’akan : Barokallaahu Laka Fiihaa.
Kemudian datanglah malaikat itu kepada si (botak) dan bertanya : Apakah yang kau inginkan? Rambut
yang bagus dan hilangnya penyakit saya yang menyebabkan kehinaanku dalam
pandangan orang. Maka diusapkan, seketika itu juga tumbuh rambut yang bagus.
Kemudian ditanya lagi : kini kekayaan apakah yang engkau inginkan? Jawabnya :
Lembu. Maka diberinya satu lembu yang bunting, sambil di do’akan : Baarakallaahu
lakafiihaa (semoga Allah memberkai atas kekayaan itu). Lalu
datanglah Malaikat itu kepada si (Buta),
dan bertanya : Apakah yang engkau inginkan: Jawabnya : Kembalinya penglihatan
mataku, supaya aku dapat melihat orang, maka diusapkannya, seketika itu juga
terbuka matanya dan dapat melihat.
Selanjutnya dia Tanya pula.
Kekayaan apakah yang engkau inginkan ? jawabnya kambing : Maka diberinya seekor
kambing, yang bunting, sambil di do’akan. Kemudian setelah beberapa tahun dan
masing-masing telah mempunyai daerah
tersendiri yang penuh dengan unta, atau lembu ataupun kambing. Maka datanglah
Malaikat itu dengan menyerupai seorang miskin. Seperti keadaan si belang.
Dahulu yang pada waktu ia belum sembuh dan kaya itu ia berkata : aku seorang
miskin yang telah terputus hubungan dalam perjalanku ini, maka tiada yang dapat
mengembalikan aku kecuali dengan pertolongan Allah, Allah yang memberi rupa
kulit yang bagus, satu unta saja untuk meneruskan perjalannku ini. Jawabnya si
belang: Hak-hak orang masih banyak, aku tidak dapat memberimu apa-apa, boleh
minta saja dilain tempat. Berkata Malaikat itu : aku seolah-olah pernah tahu padamu,
tidakkah engkau dahulu yang belang dijijiki orang?
Juga seorang miskin, kemudian
Allah memberimu kekayaan? Jawab : aku telah mewarisi kekayaan ini dari orang
tuaku, Berkata Malaikat itu jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikan
keadaanmu, sebagaimana dahulu. Kemudian pergi kepada si botak dengan menyamar
seperti keadaan sibelang dahulu, dan berkata pula kepadanya sebagaimana yang
dikatakan kepada sibelang sehingga dido’akan : jika engkau berdusta semoga kau
kembali sebagaimana keadaanmu sedia kala.
Dan akhirnya datanglah kepada
si buta dengan mengamar seperti keadaan si buta dahulu semasa ia miskin, dan
berkata : Seorang miskin, dan orang rantauan yang telah putus hubungan dalam
perjalanan, tidak dapat meneruskan perjalanan ini kecuali dengan pertolongan
Allah. Aku minta demi Allah yang mengembalikan pandangan matamu, satu kambing
saja untuk meneruskan perjalanan ini. Jawabnya : dahulu memang saya buta. Lalu
Allah mengembalikan penglihatanku, maka kini ambillah sesukamu, aku tidak
memberatkan sesuatupun kepadamu yang kau ambil karena allah. Maka berkata
Malaikat : Jagalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu telah di uji, maka Allah
telah ridho kepadamu dan murka kepada kedua temanmu itu (kini keduanya kembali
seperti semula)”.
Demikian itulah akhir dari
kehidupan seseorang yang (kufur) dan
(Syukur). Mudah-mudahan kita semua
dapat mengambil ibroh dari kisah-kisah yang telah diceritakan di atas tadi.
Karena itu menurut Saad bin abi
waqqos sebagaimana yang telah didengarkan dari Rasulullah, yang artinya :
“Sebaik-baik rizqi adalah yang mencukupi dan sebaik-baik dzikir
adalah yang samar (yakni tidak
dengan suara yang keras)”.
Juga dalam Hadits lain
dinyatakan, yang artinya :
“Sesuatu (rizqi) yang sedikit
itu lebih baik dari pada sesuatu (rizqi) yang banyak namun melalaikan”.
Dan sehubungan dengan hal ini
Syaikh Ibnu Ath’ pernah mengatakan:
“Hendaklah memprsedikit apa
yang menggembirakanmu dengannya agar supaya berkurang apa yang menyusahkanmu
atasnya”.
Adapun maksud dari perkataan
Ibnu Atho’ di atas adalah, semakin banyak seseorang mendapatkan kesenangan
dunia, maka semakin banyak pula kesusahan yang akan dirasakannya. Dan semakin
sedikit kesenangan dunia yang didapatnya, maka semakin sedikit pula kesusahan
yang akan dirasakannya.
Memang demikian kenyataannya,
seseorang yang banyak hartanya, semakin sering merasa gelisah dan takut,
jangan-jangan harta itu akan lenyap dan pergi meninggalkannya. Hal ini tentu
saja terjadi pada orang-orang yang hidupnya telah tergantung sepenuhnya kepada
harta.dan kalau seseorang sudah tidak mampu mengatasi dan menggunakan hartanya
dengan baik maka harta itu yang akan berbalik menguasai dan memperalatnya.
Akhirnya terhadap
kenikmatan-kenikmatan yang telah kita terima itu, Rasulullah memerintahkan
kaepada kita agar sering-sering melakukan (sujud syukur) atau membiasakan diri
membaca do’a syukur sebagaimana yang
terdapat dalam Al-qur’an surat
An-Naml ayat 19, yang artinya :
“ Ya Tuhanku, engkau berikan
kepadaku dan kepada Ibu Bapakku, dan supaya aku melakukakn amal kebajikan yang
engkau ridhoi, dan masukkanlah aku dengan karunia rahmat-Mu kedalam golongan
hamba-hamba-Mu yang baik”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar