Rahmat Mulyadi

Rahmat Mulyadi

Sabtu, 20 April 2013

192. KEMBALIKAN SETIAP KESULITAN DAN KESUSAHAN KEPADA ILMU ALLAH.



Mataa-aalamaka ‘adamu iqbaalin-naasi ‘alaika autawajjuhum bidz-dzaami ilaika farji’ ilaa’ilmillaahi fiika fainkaana laayaqna’uka ‘ilmuhu famushiibatuka bi’adami qanaa’atika bi’ilmihii asyaddu min mushiibatika biwuudil-adzaaminhum.

Artinya : apbila menyusahkan kamu sebab tidak adanya orang-orang mengharap kepadamu atau adanya sorotan mereka dengan cemoohan kepadamu, maka hal itu kembalikan kepada Allah pada dirimu. Maka apabila tidak memuaskan kamu ilmunya, maka musibah yang menimpamu lebih berat, sebab tidak adanya kepuasanmu akan ilmu-Nya daripada musibah yang menimpa dengan adanya cemoohan yang menyakitkan dari mereka”.

Antara kesenangan dan kesusahan, kebahagiaan dengan penderitaan, kemudahan dengan kesulitan dan semacamnya, selalu datang silih berganti menimpa diri manusia. Hal ini adalah merupakan (sunntatullah) yang sudah tidak dapat dibantah atau dihindari lagi.
Karena itu apabila ada seseorang yang sedang mengalami musibah yang bagaimanapun beratnya, maka jalan terbaik untuk meringankan penderitaannya adalah dengan mengembalikannya kepada ilmu Allah di dalam azal. Karena kalau seandainya menurut ilmu Allah didalam azal itu ia termasuk orang yang beruntung atau amal-amal perbuatannya diterima disisi-Nya, maka apakah gunanya lagi bersusah atau bersedih hati?. Atau sebaliknya, kalau menurut ilmu Allah dalam azal itu ia termasuk orang yang merugi dan celaka, maka apabila gunanya lagi merasa senang atau bangga terhadap diri sendiri?
Berbagai macam bentuk kesusahan dan kesulitan yang dialami oleh setiap manusia. Dan kesemuanya itu adalah merupakan (ujian) dari Allah yang harus dihadapi dengan (sabar). Karena dengan (sabar) itulah maka jika menjadi kuat, tidak goncang, tidak pusing dan tidak hilang keseimbangan.
Menurut Imam Ghozali, hakekat sabar itu ada (tiga) unsure, yaitu ma’rifat (pengetahuan), keadaan dan amal (perbuatan). Jika diibaratkan dengan tumbuha-tumbuhan, maka (ma’rifat) itu merupakan (pohon), keadaan merupakan (musim), dan (amal) merupakan (buahnya).
Baik dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits telah banyak dijumpai anjuran-anjuran kepada kaum muslimin agar selalu berlaku (sabar). Diantaranya adalah yang terdapat bpada :
1.   Surat Ar-Rahman ayat 66, yang artinya :
 “Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar. Dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu”
1.       Surat Lukman ayat 17, yang artinya :
“Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.
2.       Surat An-Nahl ayat 96, yang artinya :
“Sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari pada apa-apa yang telah mereka kerjakan”.
3.       Hadits Riwayat abu Na’im, yang artinya :
“Sabar itu adalah setengah dari iman”.
4.       Hadits Riwayat Thobroni, yang artinya :
“Sabar itu merupakan perbendaharaan dari perbendaharaan syurga”.

Juga dalam hal ini Umar bin Khothob pernah mengatakan:
“Ciri-ciri orang yang beriman ialah bersyukur ketika mendapt nikmat, sabar ketika ditimpa bencana dan ridho terhadap ketentuan (taqdir Allah)”.

Dalam bab terdahulu telah diterangkan, bahwa sabar itu harus diterapkan dalam lima hal, yaitu :
1.       Sabar dalam menjalankan ibadah.
2.       Sabar ketika mendapat musibah.
3.       Sabar dalam menghadapi kehidupan dengan segala macam tantangannya.
4.       Sabar dalam mengendalikan diri dari perbuatan maksiat.
5.       Sabar dalam berjuang.

Adapun bila dilihat dari bentuk dan keadaanya, maka sabar itu terbagi menjadi (dua) macam, yaitu :
1.       Sabar dalam bidang jasmaniyah (fisik). Seperti sabar ketika ditimpa suatu penyakit, sabar dalam menderita kelaparan dan sebagainya.
2.       Sabar dalam bidang rohaniah, (mental). Seperti tidak mudah mengeluh, tidak mudah marah, tidak royal ketika hidup berkecukupan, tidak bersifat pengecut dan sebagainya. Salah satu contoh kesabaran hamba Allah yang patut dikagumi dan juga diteladani oleh setiap muslim adalah sebagaimana kesabaran Nabi Ayyub.
Pada mulanya, Nabi Ayyub adalah seorang Nabi yang kaya raya, berbadan sehat dan tegap, banyak keturunannya, dan banyak pula sahabatnya-sahabatnya.
Suatu ketika, atas izin Allah Iblis memporak-porandakan kehidupan Nabi Ayyub beserta keluarganya. (Allah mengizinkan Iblis ini adalah dengan maksud agar kesabaran Nabi Ayyub tersebut dapat menjadi contoh atau tauladan bagi hamba-hamba-Nya).
Suatu malam tiba-tiba seluruh harta benda Nabi Ayyub musnah dilalap api. Sejak itu Nabi Ayyub menjadi miskin, bahkan begitu miskinnya hingga untuk makan sehari-hari saja beliau harus mencarinya terlebih dulu dengan susah payah.
Namun dengan kehilangan harta benda yang begitu banyak itu sedikitpun tidak menggoyahkan ketaatan beliau dalam beribadah.
Tidak cukup sampai disitu saja cobaan yang diterima oleh nabi Ayyub. Suatu ketika Iblis beserta tentaranya membunuh satu demi satu anak-anak yang sangat dicintai dan dikasihinya hingga tak ada seorangpun yang masih hidup.
Belum puas dengan itu, Iblis menyebarkan penyakit yang menyebabkan seluruh tubuh Nabi Ayyub penuh dengan kudis hingga tidak ada sejengkal pun kulit yang masih utuh. Di dalam Tafsi Ibnu Katsir disebutkan, bahwa anggota tubuh Nabi Ayyub yang masih baik dan sehat tinggal (akal dan lidahnya saja). Sehingga dengan (akalnya) itu nabi Ayyub masih bisa mengendalikan diri dari (mengeluh) dan dengan (lidahnya) ia masih bisa (bersyukur)dan memuji ke Rahiman Allah.
Karena penyakitnya yang begitu menjijikan dan mengeluarkan (bau) yang begitu memuakkan, menyebabkan tak ada seorangpun yang mau mendekatinya, kecuali istrinya. Bahkan tetangga0tetangganya bersepakat untuk mengucilkan Nabi Ayyub ditempat yang jauh dari perkampungan agar penyakitnya tersebut tidak sampai menular kepada orang lain.
Walaupun sudah demikian berat cobaan yang telah diterimanya, namun kesabaran Nabi ayyub masih belum juga dapat tergoyahkan dan tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Beliau masih tetap taat dan gemar beribadah seperti ketika masih belum terjadi musibah pada dirinya.
Karena itu Iblis pun lalu menghasut dan membujuk istrinya agar meninggalkan Nabi Ayyub yang sudah tidak punya apa-apa dan berpenyakitan itu.
Karena tergoda oleh bujukan Iblis tersebut istrinya pun yang merupakan satu-satunya orang yang selama ini dengan setia menemani dan merawatnya
akhirnya pergi meninggalkannya. Dan kini Nabi ayyub tinggal seorang diri di tempat yang sunyi, tidak ada siapa-siapa dan juga tidak mempunyai apa-apa.
Pada saat cobaan yang dialaminya sudah mencapai puncaknya, Nabi Ayyub berdo’a kepada Allah sebagaimana yang tersebut dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya’ ayat 83-84, yang artinya :
“Dan (Ingatlah) ketika Ayyub berdo’a kepada Tuhan : Sesungguhnya aku telah ditimpa kesusahan (yang memuncak) sedang engkaulah satu-satunya (Dzat) Yang Maha Rahim diantara yang rahim. Maka kami perkenankan do’anya itu, kemudian kami lenyapkan kesusahan yang menimpanya. Dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya dan Kami lipat gandakan bilangan mereka sebagai suatu rahamat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah”.
Setelah do’anya itu dikabulkan oleh Allah, maka kesehatan Nabi Ayyub menjadi pulih kembali bahkan lebih sehat dan segar dari sebelumnya, serta dapat berkumpul kembali dengan istrinya yang sangat dicintainya. Selain itu Nabi Ayyub juga dikarunia anak-anak dan harta kekayaan yang lebih banyak dan lebih dari sebelumnya sebagai balasan atas kesabarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar