Mataa-aalamaka
‘adamu iqbaalin-naasi ‘alaika autawajjuhum bidz-dzaami ilaika farji’
ilaa’ilmillaahi fiika fainkaana laayaqna’uka ‘ilmuhu famushiibatuka bi’adami
qanaa’atika bi’ilmihii asyaddu min mushiibatika biwuudil-adzaaminhum.
Artinya : apbila menyusahkan
kamu sebab tidak adanya orang-orang mengharap kepadamu atau adanya sorotan
mereka dengan cemoohan kepadamu, maka hal itu kembalikan kepada Allah pada
dirimu. Maka apabila tidak memuaskan kamu ilmunya, maka musibah yang menimpamu
lebih berat, sebab tidak adanya kepuasanmu akan ilmu-Nya daripada musibah yang
menimpa dengan adanya cemoohan yang menyakitkan dari mereka”.
Antara kesenangan dan
kesusahan, kebahagiaan dengan penderitaan, kemudahan dengan kesulitan dan
semacamnya, selalu datang silih berganti menimpa diri manusia. Hal ini adalah
merupakan (sunntatullah) yang sudah
tidak dapat dibantah atau dihindari lagi.
Karena itu apabila ada
seseorang yang sedang mengalami musibah yang bagaimanapun beratnya, maka jalan
terbaik untuk meringankan penderitaannya adalah dengan mengembalikannya kepada
ilmu Allah di dalam azal. Karena kalau seandainya menurut ilmu Allah didalam
azal itu ia termasuk orang yang beruntung atau amal-amal perbuatannya diterima
disisi-Nya, maka apakah gunanya lagi bersusah atau bersedih hati?. Atau
sebaliknya, kalau menurut ilmu Allah dalam azal itu ia termasuk orang yang
merugi dan celaka, maka apabila gunanya lagi merasa senang atau bangga terhadap
diri sendiri?
Berbagai macam bentuk kesusahan
dan kesulitan yang dialami oleh setiap manusia. Dan kesemuanya itu adalah
merupakan (ujian) dari Allah yang harus dihadapi dengan (sabar). Karena dengan
(sabar) itulah maka jika menjadi kuat, tidak goncang, tidak pusing dan tidak
hilang keseimbangan.
Menurut Imam Ghozali,
hakekat sabar itu ada (tiga) unsure,
yaitu ma’rifat (pengetahuan), keadaan
dan amal (perbuatan). Jika
diibaratkan dengan tumbuha-tumbuhan, maka (ma’rifat)
itu merupakan (pohon), keadaan
merupakan (musim), dan (amal) merupakan (buahnya).
Baik dalam Al-Qur’an maupun
Al-Hadits telah banyak dijumpai anjuran-anjuran kepada kaum muslimin agar
selalu berlaku (sabar). Diantaranya adalah yang terdapat bpada :
1. Surat Ar-Rahman ayat 66, yang artinya :
“Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji
Allah adalah benar. Dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini
(kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu”
1.
Surat Lukman ayat 17, yang
artinya :
“Dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah)”.
2.
Surat An-Nahl ayat 96, yang
artinya :
“Sesungguhnya Kami akan memberi
balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari pada
apa-apa yang telah mereka kerjakan”.
3.
Hadits Riwayat abu Na’im, yang
artinya :
“Sabar itu adalah
setengah dari iman”.
4.
Hadits Riwayat
Thobroni, yang artinya :
“Sabar itu
merupakan perbendaharaan dari perbendaharaan syurga”.
Juga dalam hal ini
Umar bin Khothob pernah mengatakan:
“Ciri-ciri orang
yang beriman ialah bersyukur ketika mendapt nikmat, sabar ketika ditimpa
bencana dan ridho terhadap ketentuan (taqdir Allah)”.
Dalam bab terdahulu telah
diterangkan, bahwa sabar itu harus diterapkan dalam lima hal, yaitu :
1.
Sabar dalam menjalankan ibadah.
2.
Sabar ketika mendapat musibah.
3.
Sabar dalam menghadapi
kehidupan dengan segala macam tantangannya.
4.
Sabar dalam mengendalikan diri
dari perbuatan maksiat.
5.
Sabar dalam berjuang.
Adapun
bila dilihat dari bentuk dan keadaanya, maka sabar itu terbagi menjadi (dua) macam, yaitu :
1. Sabar
dalam bidang jasmaniyah (fisik).
Seperti sabar ketika ditimpa suatu penyakit, sabar dalam menderita kelaparan
dan sebagainya.
2. Sabar
dalam bidang rohaniah, (mental).
Seperti tidak mudah mengeluh, tidak mudah marah, tidak royal ketika hidup
berkecukupan, tidak bersifat pengecut dan sebagainya. Salah satu contoh
kesabaran hamba Allah yang patut dikagumi dan juga diteladani oleh setiap
muslim adalah sebagaimana kesabaran Nabi Ayyub.
Pada mulanya, Nabi Ayyub adalah
seorang Nabi yang kaya raya, berbadan sehat dan tegap, banyak keturunannya, dan
banyak pula sahabatnya-sahabatnya.
Suatu ketika, atas izin Allah
Iblis memporak-porandakan kehidupan Nabi Ayyub beserta keluarganya. (Allah
mengizinkan Iblis ini adalah dengan maksud agar kesabaran Nabi Ayyub tersebut
dapat menjadi contoh atau tauladan bagi hamba-hamba-Nya).
Suatu malam tiba-tiba seluruh
harta benda Nabi Ayyub musnah dilalap api. Sejak itu Nabi Ayyub menjadi miskin,
bahkan begitu miskinnya hingga untuk makan sehari-hari saja beliau harus
mencarinya terlebih dulu dengan susah payah.
Namun dengan kehilangan harta
benda yang begitu banyak itu sedikitpun tidak menggoyahkan ketaatan beliau
dalam beribadah.
Tidak cukup sampai disitu saja
cobaan yang diterima oleh nabi Ayyub. Suatu ketika Iblis beserta tentaranya
membunuh satu demi satu anak-anak yang sangat dicintai dan dikasihinya hingga
tak ada seorangpun yang masih hidup.
Belum puas dengan itu, Iblis
menyebarkan penyakit yang menyebabkan seluruh tubuh Nabi Ayyub penuh dengan
kudis hingga tidak ada sejengkal pun kulit yang masih utuh. Di dalam Tafsi Ibnu
Katsir disebutkan, bahwa anggota tubuh Nabi Ayyub yang masih baik dan sehat
tinggal (akal dan lidahnya saja). Sehingga
dengan (akalnya) itu nabi Ayyub
masih bisa mengendalikan diri dari (mengeluh)
dan dengan (lidahnya) ia masih bisa (bersyukur)dan
memuji ke Rahiman Allah.
Karena penyakitnya yang begitu
menjijikan dan mengeluarkan (bau)
yang begitu memuakkan, menyebabkan tak ada seorangpun yang mau mendekatinya,
kecuali istrinya. Bahkan tetangga0tetangganya bersepakat untuk mengucilkan Nabi
Ayyub ditempat yang jauh dari perkampungan agar penyakitnya tersebut tidak
sampai menular kepada orang lain.
Walaupun sudah demikian berat
cobaan yang telah diterimanya, namun kesabaran Nabi ayyub masih belum juga
dapat tergoyahkan dan tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Beliau
masih tetap taat dan gemar beribadah seperti ketika masih belum terjadi musibah
pada dirinya.
Karena itu Iblis pun lalu
menghasut dan membujuk istrinya agar meninggalkan Nabi Ayyub yang sudah tidak
punya apa-apa dan berpenyakitan itu.
Karena tergoda oleh bujukan
Iblis tersebut istrinya pun yang merupakan satu-satunya orang yang selama ini
dengan setia menemani dan merawatnya
akhirnya pergi meninggalkannya.
Dan kini Nabi ayyub tinggal seorang diri di tempat yang sunyi, tidak ada
siapa-siapa dan juga tidak mempunyai apa-apa.
Pada saat cobaan yang
dialaminya sudah mencapai puncaknya, Nabi Ayyub berdo’a kepada Allah
sebagaimana yang tersebut dalam Al-Qur’an
Surat
Al-Anbiya’ ayat 83-84, yang artinya :
“Dan (Ingatlah) ketika Ayyub berdo’a kepada Tuhan : Sesungguhnya aku
telah ditimpa kesusahan (yang memuncak)
sedang engkaulah satu-satunya (Dzat)
Yang Maha Rahim diantara yang rahim. Maka kami perkenankan do’anya itu,
kemudian kami lenyapkan kesusahan yang menimpanya. Dan Kami kembalikan
keluarganya kepadanya dan Kami lipat gandakan bilangan mereka sebagai suatu
rahamat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah
Allah”.
Setelah do’anya itu
dikabulkan oleh Allah, maka kesehatan Nabi Ayyub menjadi pulih kembali bahkan
lebih sehat dan segar dari sebelumnya, serta dapat berkumpul kembali dengan
istrinya yang sangat dicintainya. Selain itu Nabi Ayyub juga dikarunia
anak-anak dan harta kekayaan yang lebih banyak dan lebih dari sebelumnya
sebagai balasan atas kesabarannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar