Rahmat Mulyadi

Rahmat Mulyadi

Jumat, 19 April 2013

202. SELAMA MANUSIA MASIH MENGGANTUNGKAN HIDUPNYA KEPADA SELAIN ALLAH, MAKA SELAMA ITU PULA IA TIDAK AKAN DAPAT MELIHAT ALLAH



Anta ma’al akwani malam tasyhadil mukawwina faidza syahidathu kaanatil-kwaanu ma’aka.

Artinya : Kamu tetap terikat oleh alam benda, selama itu kamu belum melihat Dzat pencipta alam, tetapi bila kamu melihat pencipta alam maka semua benda ini akan bersama-sama denganmu (tunduk kepadamu)”.
Segala sesuatu selain Allah itu tidak akan dapat memeberikan manfaat atau madhorot sedikitpun kepada manusia. Karena itu, tidak perlu bagi manusia untuk menggantungkan kehidupannya kepada sesuatu tersebut. Sebab selain tidak ada gunanya, juga hal itu dapat menghalangi pandangan mata hatinya dalam melihat kepada Allah sebagai dzat yang telah menciptakannya.
Pada umumnya sesuatu atau benda-benda yang biasanya dipercaya oleh manusia dapat mendatangkan manfaat di antaranya adalah seperti azimat (penangkal), guna-guna, jampi-jampi (mantra), benda-benda pusaka, dan sebagainya.
Pernah di ceritakan, bahwa suatu ketika sahabat dekat Rasulullah yang bernama Abdullah bin Mas’ud melihat istrinya memakai kalung bertangkal, lalu ditarik dan dipotongnya kemudian ia berkata : “Seluruh kelaurga Abdullah di larang keras berbuat syirik kepada Allah dengan sesuatu yang tidak pernah diturunkan Allah”. Setelah itu ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda sebagaimana yang tersebut dalam sebuah Hadits Riwayat Ibnu Hibban dan Hakim, yang artinya :
“Sesungguhnya jampi-jampi (mantra), tangkal dan guna-guna adalah syirik. Sahabatsahabat kemudian bertanya : Ya Abu Abdir Rohman, jampi-jampian dan tangkal kami telah mengenalnya, tetapi apakah yang di sebut guna-guna itu?. Rasulullah menjawab : Yaitu pekerjaan yang bisa dilakukan oleh orang-orang permpuan supaya dengan itu mereka tetap dicintai oleh suaminya”.

Juga dalam sebuah Hadits Riwayat Imam Ahmad Rasulullah S.A.W. bersabda, yang artinya :
“ Barang siapa menggantungkan (hidupnya kepada) sesuatu, maka dia diserahkan kepada sesuatu itu”.

A.     PAHALA BAGI SESEORANG YANG MEMUTUSKAN TANGKAL (AZIMAT)

Selain mencegah diri sendiri dari memakai tangkal (azimat), guna-guna, mantra-mantra, dan sebagainya, seseorang juga diperhatikan untuk mencegah orang lain dari menggunakan sesuatu yang disebutkan tadi.
Perintah ini berdasarkan beberapa Hadits yang diantaranya adalah sebagai berikut :
-          Hadits Riwayat Ahmad yang bersumber dari Imron bin Hasbin, yang artinya :
“Sesungguhnya Rasulullah pernah melihat seorang laki-laki memakai gelang di lengannya dari tembaga. Kemudian beliau bertanya : celaka kau, apa itu?. Jawab laki-laki tersebut : ini adalah benda yang lemah kemudian Rasulullah bersabda : ingat, sesungguhnya dia itu hanya menambah kelemahanmu. Karena itu buanglah dia, sebab kalau kamu mati, sedang dia itu masih tetap kamu pakai, maka selamanya kamu tidak akan selamat”.
-          Hadits Marfu’ riwayat Imam Ahmad yang bersumber dari Uqbah bin Amir, yang artinya :
“Barang siapa yang menggantungkan tangkal (azimat) ditubuhnya, maka Tuhan tidak akan menyempurnakan kehendaknya, dan barangsiapa yang menggantungkan sesuatu untuk menolak bahaya (sakit), maka tidak ada perlindungan Allah kepadanya”. Dan dalam riwayat lain dikatakan, barang siapa yang menggantungkan tangkal (azimat) di tubuhnya, maka syiriklah ia”.

Adapun pahala bagi yang mencegah orang lain dari menggunakan tangkal (azimat), guna-guna, mantra-mantra dan sebagainya yang telah tersebut dalam sebuah hadits riwayat Waqi’ berikut ini, yang artinya :
“Di antara auay-ayat tersebut terdapat pada :
-                                  Surat Luqman ayat 13, yang artinya :
“Janganlah engkau berbuat syirik kepada Allah, sebab syirik itu menjadi kehidupan menjadi gelap gulita”.
-                                  Surat An-Nisa’ ayat 48, yang artinya :
“Sesungguhnya Allah tidak mengmpuni dosa orang-orang yang menyekutukan-Nya (syirik), dan dan diampuninya dosa-dosa yang lain dari (syirik) itu, terhadap orang-orang yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat dosa yang besar”.
-                                  Surat An-Nisa’ ayat 116, yang artinya :
“Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”.

Menurut Sayid Rasyid Ridho, syirik itu sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1.       Yang berhubungan dengan masalah ketuhanan dan ibadah.
Maksudnya adalah, manusia beri’tikad atau berkeyakinan, bahwa, Allah bersekutu dengan sesuatu dalam menciptakan ala mini.
Selain itu yang termasuk ke dalam syirik ini adalah menyembah, meminta berkah, berdo’a atau memohon pertolongan kepada selain Allah, seperti kepada batu, kuburan, pepohonan dan sebagainya.
2.       yang berhubungan dengan pimpinan dan pedoman hidup.
Yang termasuk ke dalam syirik ini adalah, misalnya seseorang yang dalam hidupnya bukan berpedoman kepada hokum-huklum Allah, tetapi berpedoman kepada hasil pemikiran manusia, seperti dari pada pendeta, para ilmuwan, para penguasa dan sebagainya.

Sedangkan menurut para ahli (tauhid), dalam kehidupan dehari-hari terdapat (lima) macam bentuk syirik. Kelima macam bentuk syirik tersebut adalah ;
1.   Syirik dalam hal ibadah.
Seharusnya orang yang beribadah kepada Allah. Akan tetapi adakalanya karena (sesuatu) hal, seperti menghadapi kesulitan dan sebagainya, maka seseorang tidak langsung meminta pertolongan kepada Allah, tetapi lewat perantaraan para (dukun), kuburan-kuburan, batu-batu atau sesuatu yang dianggap keramat lainnya.
1.       Syirik dalam hal perkara-perkara yang ghaib.
Didalam ajaran (tauhid) telah diterangkan, bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui perkara-perkara yang ghaib, seperti kapan terjadinya hari kiamat, bagaimana nasib seseorang di masa mendatang, jenis kelamin bayi yang ada dalam kandungan, hasil dari suatu pertandingan yang akan di gelar, (rezeki) yang akan diperoleh seseorang dan sebagainya. Semuanya itu tidak ada yang bisa mengetahuinya, selain hanya Allah semata.
Karena itu apabila ada seseorang meramalkan tentang kapan terjadinya (kiamat), meramalkan hasil dari suatu pertandingan dan lain-lain hal seperti disebutkan di atas tadi, termasuk juga mempercayai nasib seseorang berdasarkan ilmu perbintangan (horoscop) atau berdasarkan hari kelahiran dan sebagainya, maka berarti ia termasuk syirik dalam katagori ini.
2.       Syirik dalam hal tasarruf (menguasai) alam.
Yang termasuk ke dalam syirik ini adalah apabila seseorang yang dengan ilmunya membuat peralatan-peralatan untuk menangkal terjadinya bencana alam, seperti bendungan untuk mencegah terjadinya banjir, alat pengkal petir untuk mencegah sambaran petir dan sebagainya, yang kemudian dengan paralatan yang dibuatnya itu ia merasa yakin bahwa bencana yang dikhawatirkan tidak akan terjadi.
3.       Syirik dalam hal adapt kebiasaan.
Didalam masyarakat sering kita jumpai adanya kebiasaan yang terjadi secara terun=temurun, padahal kebiasaan itu bertentangan dengan ajaran (tauhid), seperti untuk melangsungkan hajat perkawinan maka dicari dulu (hari) dan (bulan) yang baik, memberikan sesaji di sawah agar panen melimpah, agar hasil tambak  meningkat maka setiap pojoknya ditanam kepala kambing, wanita hamil tidak boleh berdiri di tengah-tengah pintu dan sebagainya.
Apabila seseorang percaya kepada hal-hal tersebut di atas, maka berarti ia telah berbuat syirik dalam katagori yang demikian ini.
4.       syirik karena melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh Al-qur’an dan Hadits.
Beberapa contoh prilaku seseorang yang termasuk ke dalam syirik ini di antaranya adalah, berdo’a dengan perantara kiai (ulama), berdo’a kepada Nabi Muhammad, menyembelih binatang korban bukan ditujukan kepada Allah, bersumpah bukan dengan atas nama Allah dan sebagainya.
Didalam sebuah Hadits Rasulullah S.A.W. bersabda, yang artinya :
“barangsiapa yang mengangkat sumpah dengan (ucapan) selain (atas nama) Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat syirik”.
Akhirnya, dengan mengetahui macam-macam (syirik) dan juga ancaman-ancaman hukumannya, maka hendaklah kita berlari jauh meninggalkannya. Selain itu hendaknya kita hanya menggantungkan hidup kepada Allah. Sebab dengan demikian akan terbukalah mata hati kita dalam melihat kepadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar