Wujdanu tsamaratith-tha’ati ‘aajilaan basya-irul’aamiliina
biwujuudiljzaa-I’alaihaa ajilaan
Artinya : Terasanya
kelezatan buah ketaatan ketika hidup di dunia sebagai bukti (berita gembira)
bagi orang-orang yang beramal atas adanya pahala yang segera (spontan)”.
Buah dari keimanan
seseorang itu tidak hanya akan dinikmati di akhirat saja, tetapi ketika masih
hidup di dunia pun kelezatan buah keimanan itu sudah dapat dirasakannya.
Akan tetapi buah
kelezatan iman itu tidaklah dengan begitu saja dapat dirasakan, namun harus
mencukupi atau menyempurnakan lebih dulu syarat-syaratnya.
Syarat-syarat
tersebut adalah sebagaimana yang tercamtum dalam sebuah hadits Riwayat Bukhary
berunt ini, yang artinya :
“dari Anas r.a. ia
berkata, bahwasanya Rasulullah S.A.W.bersabda: Ada (tiga) hal, barangsiapa melaksanakan
ketiga-tiganya, niscaya ia akan mendapatkan kelezatan (kenikmatan) iman.(ketiga
hal tersebut adalah):
1. Orang yang cinta
kepada Allah dan rasul-Nya melebihi dari cintanya kepada yang lain dari pada
keduanya.
2. Orang yang
mencintai orang lain karena allah semata-mata.
3. Orang yang benci
untuk kembali kepada kekafiran itu, sebagaimana bencinya akan dijatuhikan ke
dalam neraka”.
Di antara beberapa
kenikmatan dari sekian banyak kenikmatan yang akan dirasakan oleh seseorang
yang di dalam hatinya tertanam keimanan, adalah sebagaimana yang tersebut dalam
Hadits Riwayat Bukhory berikut ini, yang artinya :
“dari abu Al-Hudry,
dari nabi S.A.W. sabdanya : Setelah penduduk syurga masuk dan penduduk neraka
masuk ke dalam neraka, maka Allah berfirman : keluarkanlah dari neraka
orang-orang yang ada iman di dalam dadanya (walaupun hanya) sebesar biji sawi.
Lalu mereka dikeluarkan dari neraka, (tetapi) tubuh mereka hitam bagaikan
arang. Karena itu mereka dilemparkan ke dalam sungai (Haya’ atau Hayat) Imam Malik ragu antara Haya’ ataukah
Hayat).kemudian tubuh mereka berubah bagaikan benih yang tumbuh sesudah banjir.
Tidakkah engkau lihat benih itu tumbuh berwarna kuning dan berlipat-lipat”.
Dan di dalam sebuah hadits lain
Imam Bukhory meriwayatkan, yang artinya :
“Dari Anas r.a. ia
berkata, nabi S.A.W. bersabda : Akan dikeluarkan dari neraka orang yang
menyebut “Laa Ilaaha Illaalaahu”
(Tiada Tuhan selain Allah) apabila di dalam hatinya terdapat kebaikan (iman)
seberat (sya’iroh), dan akan
dikeluarkan dari neraka orang yang menyebut “Laa Illaaha Illallaahu” apabila di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat (burroh), dan akan dikeluarkan dari neraka orang yang menyebut “Laa Ilaaha Illaalaahu” apabila di
dalam hatinya terdapat kebaikan
seberat (dzarroh)”.
Demikianlah pahala iman yang
tertanam di dalam (hati0. walaupun sangat kecil, tetapi susah dapat
mengeluarkan seseorang dari dalam neraka. Tak dapat dibayangkan lagi apa
balasannya seandainya nilai iman yang tertanam dalam hati itu lebih tinggi dan
lebih besar kadarnya. Padahal dikeluarkan dari neraka itu sudah merupakan
karunia yang sangat besar, bahkan lebih besar dari duani beserta isinya ini.
A.
Akhlaq yang terpuji sebagai
buah dari iman
Di dalam sebuah Hadits Riwayat
Bukhary dan Muslim disebutkan, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda, yang artinya :
“Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengucapkan kata-kata yang baik atau
bersikap diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaklah ia menghormati tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya”.
Dari Hadits di atas dapat kita
ketahui, bahwa keimanan itu dapat membuahkan akhlaq yang baik. Di antaranya :
1. mengucapkan kata-kata yang
baik.
2. menghormati
tetanga-tetangganya.
3. memuliakan tamu-tamunya.
Adapun uraian mengenai ketiga
macam akhlaq yang baik tersebut adalah sebagai berikut :
1.
mengucapkan kata-kata yang
bauk.
Di dalam pergaulan sehari-hari,
peranan perkataan sangat penting artinya. Antara orang yang satu denga orang
yang lain bisa terjalin persahabatan yang erat oleh sebab perkataan. Dan bisa
pula timbul permusuhan yang hebat juga oleh sebab perkataan. Seseorang bisa
disegani dan dipercaya oleh sebab perkataannya. Dan seseorang bisa pula dibenci
setengah mati oleh orang-orang sekampung juga oleh sebab perkataannya.
Mengingat demikian besar
manfaat dan akibat yang ditimbulkan oleh perkataan, maka Agama Islam telah
mewasiatkan kepada orang-orang mukmin untuk senantiasa menjaga perkataannya.
Di antara wasiat-wasiat
tersebut terdapat dalam Al-qur’an Surat Al-Ahzab ayat 70, yang artinya :
“Hai orang yang beriman,
bertaqwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar”.
Perkataan yang baik dan yang
benar itu tidak hanya harus diucapkan kepada orang-orang yang kita cintai saja.
Akan tetapi terhadap orang-orang yang kita benci sekalipun kita harus
mengucapkan kata-kata yang baik dan tidak melukai perasaannya. Sebab bisa jadi
dengan perkataan yang baik itu seseorang bisa insaf dan menyadari
kesalahan-kesalahannya. Hal ini sebagaimana yang diperintahkan Allah kepda
(Nabi Musa dan Harun) ketika menghadap Fir’aun, seperti yang disebut dalam
Al-Qur’an Surat Thoha ayat 44, yang artinya :
“Berbicaralah kamu berdua (Musa
dan Harun) kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut.
Mudah-mudahan ia ingat (sadar) dan takut”.
Sehuibungan dengan hal ini di
dalam sebuah Hadits Ahmad juga disebutkan, bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda,
yang artinya :
“Tidak bisa tegak lurus iman seseorang hamba sampai lurus pula
hatinya, dan hati ini para ulama, para
cendikiawan dan juga para ahli hikmah banyak yang memberikan nasehat-nasehatnya
di antaranya :
-
Dari
Ali bin Abi Thalib :
“Lidah orang yang beramal itu terletak di belakang hatinya, sedang
hati orang yang bodoh terletak di belakang lidahnya”.
- Lidah itu laksana pedang bermata dua. Bila tidak pandai-pandai
menggunakannya, maka salah satu sisinya akan menikam pemiliknya sendiri”.
Menurut
Prof. ‘Athiyah Al-Abrasyi, ada tiga perkara yang perlu dijauhkan dalam
ucapan-ucapan. Ketiga perkara itu merupakan hal yang paling di murkai Allah dan
paling di benci manusia, yaitu :
1. berdusta.
2. Mengeluarkan
perkataan-perkataan yang tidak berfaedah.
3. mengeluarkan ucapan-ucapan yang
keras dan bernada tinggi terutama terhadap orang-orang yang lebih tua dan patut
di hormati.
2.
Menghormati
tetangga-tetangganya
Dalam kehidupan bermasyarakat, tetangga adalah merupakan orang yang
paling dekat dengan kita, sehingga mereka pulalah yang paling dulu memberikan
pertolongan apabila kita tertimpa kesusahan. Dengan keadaan yang seperti ini
maka seharusnya apabila kita selalu menjaga dan memelihara hubungan baik dengan
tetangga.
Demikian pentingnya menjaga dan
memelihara hubungan baik dengan tetangga itu, sampai-sampai perintah ini di sejajarkan dengan kewajiban berbuat baik,
kepada kedua orang tua, anak yatim, sanak famili dan sebagainya, hal ini
sebagaimana yang terdapat dalam Al-qur’an Surat An-Nisa ayat 36, yang artinya :
“dan berbuat baiklah kedua
orang (Ibu Bapak), sanak famili,
ana-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dengan tetangga yang
jauh, teman sejawat, ibny sabil dan hamba sahay. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”.
Bahkan sebelum mendirikan rumah
di suatu tempat, Rasulullah telah memerintahkan terlebih dulu untuk menyilidiki
para calon tetangganya, sebab perilaku dan perangai para tetanga itu sangat
berpengaruh kepada kebahagiaan hidup berumah tangga.
Dalam sebuah riwayat
diceritakan, bahwa ada seseorang wanita ahli ibadah yang masuk neraka
disebabkan karena kebiasaannya yang sering menyakitkan hati tetangganya, dan
ada pula seorang wanita yang kurang begitu taat dalam menjalankan ibadah tetapi
masuk syurga disebabkan karena kebiasaannya yang sering menyenangkan hati
tetangganya.
Oleh karena itu hendaklah kita
suka bretbuat sesuatu yang dapat menyenangkan hati tetangga-tetangga kita dan
menjauhkan diri dari segala sesuatu yang dapat menyakitkan hati tetangga.
3.
Memuliakan para tamu.
“tamu adalah raja”.begitu kata pepatah. Oleh
karena itu ia harus dihormati dan dimuliakan, memang pendapat seperti ini
tidaklah salah dan bahkan sesuai dengan ajaran agama.
Dalam banyak riwayat sering
dikisahkan bagaimana Akhlaq Rasulullah dan para sahabatnya dalam memuliakan
tamu-tamunya, sehingga mau tidak mau kita harus mencontoh akhlaq Rasulullah dan
para sahabatnya yang terpuji itu.
Perlu diketahui bahwa kewajiban
menerima, melayani dan memuliakan para tamu itu adalah selama (tiga hari)
berturut-turut. Sedang selebihnya merupakan 9shodaqoh) yang sangat dianjurkan.
Selain itu juga dalam memuliakan para tamu tersebut tidak boleh memandang
status dan kedudukannya. Karena tamu-siapapun dia adanya-mempunyai hak yang
sama yang harus kita penuhi hak-haknya itu dengan baik dan sesuai dengan
tuntunan agama.
Demikianlah Akhlaq yang sangat
terpuji yang merupakan buah dari keimanan. Semoga kita semua dapat
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga nantinya kita dapat merasakan
kelezatan dan kemanisannya baik semasa hidup di dunia dan lebih-lebih ketika di
akhirat nanti. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar