Kaifa
tathlubul ‘iwadha ‘alaa ‘amali huwa mutashaddiqubihi ‘alaika am kaifa tathlubul
jazaa-a’alaa shidqin huwa muhdiihi ilaika.
Artinya : Bagaimana kamu akan
minta upah terhadap suatu amal, padahal dia (Allah) yang menyedekahkan amal
itu. Atau bagaimana kamu minta balasan atas suatu keikhlasan, padahal Allah
sendiri yang memberi hidangan keikhlasan itu kepadamu”.
Seseorang yang berbuat sesuatu,
di mana dengan perbuatannya itu ia dapat memberi keuntungan atau dapat
menghindarkan seseorang dari kemudhorotan, maka ia di perbolehkan untuk
menuntut upah dari padanya.
Akan tetapi terhadap amal
perbuatan yang ditujukan kepada Allah, maka ia sama sekali tidak di perbolehkan
untuk menuntut balasan dari padanya. Sebab bagaimanapun bahwasanya amal yang
dilakukan seseorang, hal itu tidak akan dapat mendatangkan manfaat sedikitpun
kepada Allah, Melainkan akan kembali kepada diorinya sendiri.
Selain itu, seseorang tidak
akan dapat melakukan sesuatupun kecuali dengan pertolongan Allah, lalu dengan
demikian apakah masuk akal kalau ia kemudian meminta balasan atau upah
dari-Nya……?. Seseorang yang berakal dan waras otaknya, tetu dengan tegas akan
menjawab.”Tidak”.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Fatiir ayat 15,yang artinya :
“ Hai manusia, kamulah yang
berkehendak kepada Allah, dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu) lagi terpuji”.
Jadi jelaslah sekarang, bahwa
Allah sama sekali tidak membutuhkan amal-amal hamba-Nya, melainkan hamba itu
sendirilah yang butuh untuk melakukan amal-amal sholeh, karena amal-amal sholeh
itu ibarat santapan (rokhani) bagi dirinya yang dapat menentramkan hati dan
pikirannya dari segala macam kerisauan-kerisauan dunia dan dapat pula
menghilangkan kekhawatiran-kekhawatiran terhadap kesengsaraan hidup di akhirat.
Selain itu, menurut
upah atau balasan dari amal yang diperbuat adalah menunjukkan bahwa amal yang
dikerjakan itu tidak disertai dengan rasa ikhlas. Dan suatu amal yang tidak
disertai rasa ikhlas di dalamnya, maka tertolaklah amal itu.
Sehubungan dengan
hal ini, Al-Wasith pernah mengatakan :
“Menuntut ganti atau
upah atas amal ketaatan itu merupakan kelalaian akan karunia Allah”
Juga Abu Abas bin
Athoilah pernah mengatakan :
“Amal yang lebih
dekat kepada murka Allah adalah apabila seseorang melihat dirinya sendiri dari
amal perbuatannya. Dan yang lebih berat itu adalah menuntut upah (balasan) dari
amal yang dikerjakannya itu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar