Rahmat Mulyadi

Rahmat Mulyadi

Jumat, 19 April 2013

207, MENUNTUT BALASAN ATAS AMAL PERBUATAN YANG DILAKUKAN BERARTI TIDAK IKHLAS DALAM MENGERJAKAN AMALNYA



Kaifa tathlubul ‘iwadha ‘alaa ‘amali huwa mutashaddiqubihi ‘alaika am kaifa tathlubul jazaa-a’alaa shidqin huwa muhdiihi ilaika.

Artinya : Bagaimana kamu akan minta upah terhadap suatu amal, padahal dia (Allah) yang menyedekahkan amal itu. Atau bagaimana kamu minta balasan atas suatu keikhlasan, padahal Allah sendiri yang memberi hidangan keikhlasan itu kepadamu”.

Seseorang yang berbuat sesuatu, di mana dengan perbuatannya itu ia dapat memberi keuntungan atau dapat menghindarkan seseorang dari kemudhorotan, maka ia di perbolehkan untuk menuntut upah dari padanya.
Akan tetapi terhadap amal perbuatan yang ditujukan kepada Allah, maka ia sama sekali tidak di perbolehkan untuk menuntut balasan dari padanya. Sebab bagaimanapun bahwasanya amal yang dilakukan seseorang, hal itu tidak akan dapat mendatangkan manfaat sedikitpun kepada Allah, Melainkan akan kembali kepada diorinya sendiri.
Selain itu, seseorang tidak akan dapat melakukan sesuatupun kecuali dengan pertolongan Allah, lalu dengan demikian apakah masuk akal kalau ia kemudian meminta balasan atau upah dari-Nya……?. Seseorang yang berakal dan waras otaknya, tetu dengan tegas akan menjawab.”Tidak”.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Fatiir ayat 15,yang artinya :
“ Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah, dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi terpuji”.

Jadi jelaslah sekarang, bahwa Allah sama sekali tidak membutuhkan amal-amal hamba-Nya, melainkan hamba itu sendirilah yang butuh untuk melakukan amal-amal sholeh, karena amal-amal sholeh itu ibarat santapan (rokhani) bagi dirinya yang dapat menentramkan hati dan pikirannya dari segala macam kerisauan-kerisauan dunia dan dapat pula menghilangkan kekhawatiran-kekhawatiran terhadap kesengsaraan hidup di akhirat.
Selain itu, menurut upah atau balasan dari amal yang diperbuat adalah menunjukkan bahwa amal yang dikerjakan itu tidak disertai dengan rasa ikhlas. Dan suatu amal yang tidak disertai rasa ikhlas di dalamnya, maka tertolaklah amal itu.
Sehubungan dengan hal ini, Al-Wasith pernah mengatakan :
“Menuntut ganti atau upah atas amal ketaatan itu merupakan kelalaian akan karunia Allah”

Juga Abu Abas bin Athoilah pernah mengatakan :
“Amal yang lebih dekat kepada murka Allah adalah apabila seseorang melihat dirinya sendiri dari amal perbuatannya. Dan yang lebih berat itu adalah menuntut upah (balasan) dari amal yang dikerjakannya itu”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar