Akramaka
bikaramati tsalatsin ja’alaka dzakiran lahu walaulaa fadhalahu lam takun ahlaan
lajarayani dzikrihi ‘alaika waja’alaka madzkuran bihi idzhaqqaqa nisbatahu
ladaika waja’alaka madzkuran ‘indahu fatammama ni’amtahu ‘alaika.
Artinya : Allah memulyakan
dengan tiga kehormatan (kemulyaan), yaitu Allah menjadikan engkau sebagai orang
yang berdzikir kepada-Nya. Seandainya tidak ada anugrah-Nya, tidaklah engkau
termasuk orang yang ahli (berdzikir) kepada-Nya. Dan Allah menjadikan engkau
terkenal sebab dengan berdzikir itu, karena dia-lah yang menetapkan
kekhususan-Nya. Maka dengan demikian sempurnalah nikmatnya yang melimpah
kepadamu”.
Kehormatan yang diberikan Allah
kepada hamba-Nya itu ada (tiga) macam, yaitu
:
1. dijadikan-Nya hamba-Nya sebagai
orang yang ahli berdzikir (selalu ingat kepada Allah).
2. Seorang hamba bisa terkenal
namanya dikalangan manusia disebabkan karena dzikirnya.
Dengan dzikirnya, seseorang
bisa terkenal dan namanya tercatat atau diabadikan dalam sejarah sebagai
seorang Rasulullah, Nabiyullah, atau waliyullah.
Adapun contoh yang paling nyata
dan tidak diragukan lagi kebenarannya mengenai ini adalah sebagaimana yang
terjadi pada diri Muhammad S.A.W. dengan kehormatan yang dimilikinya itu
sampai-sampai Nama beliau disejajarkan dengan Nama Allah sebagaimana yang
terdapat dalam (dua kalimah syahadat),
yaitu :
“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan-Nya”.
Dalam hal ini tidak ada
salahnya kalau kita ungkap sedikit mengenai keperibadian Rasulullah dengan
tujuan agar kita semua lebih dapat mengenalnya sekaligus mencintainya (dalam
arti mengikuti ajaran-ajarannya).
A.
Kebesaran dan keagungan pribadi Nabi Muhammad
Semua ahli sejarah, baik dari
kalangan muslim maupun dari kalangan non muslim, sama mengakui kebesaran dan
keagungan peribadi Nabi Muhammad, dimana dengan keperibadiannya yang sangat
mengagumkan itu beliau berhasil membawa agama Islam kepada kejayaan yang gilang
gemilang.
Di dalam Al-Qur’an telah banyak sekali disebutkan mengenai kepribadian Nabi
Muhammad yang besar dan agung itu. Di antaranya terdapat pada :
-
Surat Al-Qolam ayat 4, yang artinya :
“Dan sesungguhnya engkau
(Muhammad) benar-benar berkepribadian yang agung”.
-
Surat Al-Anbiyaa’ ayat 107, yang artinya :
“Dan tiadalah kami mengutus
kamu (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam”.
-
Surat
Al-Ahzab ayat 45-46
yang artinya :
“Hai Nabi, sesungguhnya kami
mengutusmu untuk menjadi saksi, dan pemabawa kabar gembira dan pemberi
peringatan. Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk
jadi cahaya yang menerangi”.
-
Surat Al-Ahzab ayat 21, yang artinya :
“Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah”.
Selain dijelaskan pada
ayat-ayat di atas, pada sebuah riwayat juga diceritakan, bahwa ketika Siti
Aisyah ditanya oleh para sahabat perihal kepribadian Rasulullah, ia (Siti
Aisyah) menjawab :” Kepribadian Rasullah adalah Al-Qur’an”.
B.Kedatangan
Nabi Muhammad sudah ditunggu sejak lama
Sejak tahun 2000 S.M. atau tepatnya 26
abad sebelum Nabi Muhammad dilahirkan. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang
ketika itu sedang membangun Ka’bah (di Mekah) beliau berdua berdo’a kepada
Allah agar di tempat itu dilahirkan seorang Rasul yang akan menuntun umat dari
jalan yang sesat menuju jalan yang benar.
Hal ini sebagaimana yang
tersebut dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 129,
yang artinya :
“ Wahai Tuhan kami, utuslah
kepada mereka seorang Rasul di antara mereka, yang akan membacakan ayat-ayat-Mu
kepada mereka dan akan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka serta akan
membersihkan mereka (dari kelakuan-kelakuan yang keji), sesungguhnya Engkau
Maha Perkasa dan Maha Bijaksana”.
Yang dimaksud Rasulllah oleh
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail pada ayat di atas adalah Rasulullah Muhammad
S.A.W.
Kemudian (enam abad) sebelum Nabi Muhammad dilahirkan, Nabi Isa a.s. sudah
mengabarkannya kepada kaumnya.
Hal ini sebagaimana yang
tersebut dalam Al-Qur’an Surat Ash-Shof ayat 6,
yang artinya :
“ Dan (ingatlah) ketika Isa
putra maryam berkata : Hai Bani Israil, sesungguhnya aku Rasul Allah kepadamu,
serta membenarkan apa-apa yang sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar
gembira dengan seorang Rasul, yang akan datang kemudianku, namanya “Ahmad” (Muhammad). Maka tatkala Rasul itu
datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan, mereka berkata : Ini sihir
yang nyata”.
C.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang Nabi Muhammad
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali diterangkan mengenai Nabi Muhammad, yang di
dalam Al-Qur’an itu disebutkan
dengan kata-kata Muhammad, Ahmad, An-Nabi, Ar-Rasulullah, Rasulullahi,
rasulullahu, dan sebagainya :
- Kata-kata Muhammad sebanyak (3) ayat.
- Kata-kata Ahmad sebanyak (1) ayat.
- Kata-kata An-Nabi sebanyak (40) ayat.
- Kata-kata Ar-Rasul sebanyak) (120 ayat.
_ Kata-kataRasuluhu dan Rasulalahu sebanyak (80) ayat.
A.
Cara yang dilakukan Allah dalam
membina pribadi Nabi Muhammad
Cara-cara yang dilakukan tuhan
dalam membina pribadi atau memberi petunjuk kepada Nabi Muhammad tentang apa
yang seharusnya dilakukannya, bisa diketahui dari penelusuran terhadap asbabul
nuzul (sebab-sebab turunnya) ayat-ayat Al-Qur’an.
Adapun pembinaan-pembinaan yang
diberikan kepada Nabi Muhammad itu ada yang berupa petunjuk, pengenalan
terhadap proses terjadinya alam dan keadaan-keadaannya, dan terkadang pula
berupa peringatan-peringatan.
Seperti halnya sesudah beliau
menerima (wahyu) yang (pertama) kali di gua Hora, (jabal nur), yakni yang berupa Surat (Al-Alaq). Beliau merasa kebingungan, tidak tahu apa yang harus
dilakukan sehubungan dengan diterimanya wahyu tersebut. Hal ini menyebabkan
tubuh beliau gemetar dan segera pulang ke rumah minta disellimuti istrinya.
Terhadap apa yang dihadapi Nabi
Muhammad tersebut, Allah lalu memberinya petunjuk dengan menurunkan Surat (Al-Munzammil) ayat 1-5, yang artinya
:
“Hai orang-orang yang
berselimut (Muhammad). Shalatlah pada malam hari, kecuali sedikit (dari
padanya), yaitu seperuh malam atau kurangkanlah sedikit dari padanya. Atau
lebih dari padanya dan bacalah (Qur’an)
dengan berlahan-lahan (tentang huruf-hurufnya). Sesungguhnya kami akan
menurunkan kepada engkau perkataan yang hebat (Qur’an)”.
Setelah itu dilanjutkan lagi
dengan petunjuk selanjutnya berupa Surat (Al-Mundats-tsir) ayat 1-7, yang
artinya :
“Hai orang yang berkumpul
(berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan (kaummu). Dan Tuhanmu
besarkanlah. Dan pakainmu bersihkanlah. Dan berhala (kejahatan) tinggalkanlah.
Janganlah engkau memberikan (sesuatu), karena hendak meminta lebih banyak (dari
padanya). Untuk (untuk menurut perintah) Tuhanmu sabarlah”.
Tentang darimana tugas
berdakwah itu dilaksanakan dan bagaimana sikap yang harus diambil dalam
menghadapi golongan yang ingkar, Allah memberinya petunjuk dengan menurunkan surat asy-Syu’aroo ayat 214-216, yang
artinya :
“dan berilah peringatan
(pertakut) karip-kerabatmu yang terdekat. Dan rendahkanlah sayapmu (berhina dirilah) terhadap orang yang
mengikutimu di antara orang-orang mukmin. Jika mereka mendurhakai engkau,
hendaklah katakana kepadanya :Aku berlepas diri dari apa yang kamu kerjakan”.
Pernah pula Rasulullah
mengalami masa “Fitrotul wahyu”.
Yakni tidak turunnya wahyu sampai beberapa tahun lamanya. Mengetahui hal ini
kaum musyrikin lalu mengejek dan menghina beliau dengan mengatakan bahwa
Muhammad telah ditinggalkan Tuhannya. Sedih dan risau juga hati beliau
menghadapi hal ini. Beliau sangat takut kalau-kalau Tuhan benar-benar marah dan
meninggalkannya.
Terhadap kesedihan dan
ketakutan Nabi Muhammad itu, Allah lalu menghiburnya dengan menurunkan Surat Ad-Dhuhaa ayat 1-8, yang artinya ::
“demi waktu pagi. Demi malam,
apabila telah sunyi. Tuhanmu tidaklah meninggalkan engkau (Ya Muhammad), dan
tiada pula membenci (engkau). Sesungguhnya akhirat lebih baik bagi engkau dari
pada dunia. Nanti tuhanmu akan memberi engkau, lalu engkau menjadi suka.
Bukanlah engkau didapati-Nya seorang anak yatim. Lalu dilindungi-Nya?. Dan
engkau lalu ditunjuki-Ny. Dan engkau didapati-Nya seorang miskin, lalu
diberi-Nya kekayaan”.
Dengan turunnya surat tersebut
hati Muhammad menjadi lega dan bergembira lagi seperti sediakala.
Juga dalam Surat Al-Hijr ayat 94-95, yang artinya :
“Maka sampaikanlah olehmu
apa-apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu dan berpalinglah dari pada
orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya kami cukupkan (pelihara) engkau dari
orang-orang yang memperolok-olokkan engkau”.
Dan dalam rangka pembinaan
mental, keberanian, semangat dan keteguhan hati, allah memberinya petunjuk
dengan menurunkan Surat Al-Insyiroh ayat 1-8, yang artinya :
“Bukankah Kami (Allah) telah
melapangkan dadamu, (ya Muhammad). Dan telah Kami ringankan bebanmu yang berat.
Yang memberati punggungmu. Dan Kami tinggikan (mulyakan) namamu?. Sesungguhnya
di samping kesukaran ada kemudahan. Apabila engkau telah selesai (mengerjakan
suatu pekerjaan), maka bersusahpayahlah (mengerjakan yang lain). Dan kepada
Tuhanmu, berharaplah”.
Kemudian untuk meringankan
beban pikiran rasulullah yang senantiasa mendapat gangguan, ancaman dan
tantangan dari kaum (kafir), maka Allah menceritakan kepadanya hal yang serupa
yang juga dialami oleh para Rasul pendahulu-pendahulunya, dan menceritakan pula
bagaimana kesudahan atau balasan bagi kaum yang durhaka itu.
Di antara Surat dan ayat yang diturunkan dalam hal ini
adalah :
- Surat
Fathir ayat 26-26,
yang artinya :
“Jika mereka mendustakan engkau, maka
sesungguhnya telah mendustakan pula orang-orang yang sebelum mereka. Telah
datang kepada mereka Rasul-rasul dengan (membawa) keterangan, kitab-kitab dan
kitab yang menerangi. Kemudian Aku siksa orang (kafir), maka (lihatlah)
bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaan-Ku”.
-
Surat Hud ayat 120, yang artinya :
“ Masing-masing riwayat kami
kisahkan kepadamu di antara perkabaran para Rasul, supaya Kami tentramkan
katimu dengan dia, dan telah datang kepadamu kebenaran dan
pengajaran-pengajaran serta peringatan bagi orang-orang yang beriman”.
Pernah pula pada suatu saat
Nabi Muhammad melakukan kesalahan, yakni dalam peristiwa “Abdullah bin Umi
Maktum”, dimana pada saat itu beliau sedang menerima tamu dari para pembesar
Quraisy yang beliau harap-harapkan untuk masuk Islam. Kemudian pada saat yang
bersamaan datang pula Abdullah bin Umi Kaktum, seorang muslim yang buta yang
juga ingin bertemu dengan Rasulullah. Melihat kedatangan Abdullah bin Umi
Maktum ini, mendadak air muka rasulullah berubah masam karena merasa malu
terhadap para pembesar-pembesar Quraisy itu.
Terhadap kesalahannya ini,
Allah lalu menegyurnya atau memberinya peringatan kepadanya dengan menurunkan Surat Abasa ayat 1-11, yang artinya :
“Dia (Muhammad)
bermuka masam dan berpaling. Karena datang kepadanya seorang buta. Tahukah
engkau barangkali dia akan mencari kesucian. Atau akan menerima peringatan,
maka bermanfaatlah baginya peringatan itu. Adapaun orang kaya itu. Maka engkau
menghadapnya, padahal tidak berdosa engkau, jika ia tidak mensucikan hatinya,
beriman. Adapun orang yang datang kepada engkau dengan bersegera. Sedang ia
takut (kepada Allah). Maka engkau berpaling dari padanya. Sekali-kali jangan
begitu, sesungguhnya ayat-ayat Allah jadi peringatan (pengajaran)”.
Begitu ketika
Rasululluh menghadapi ajakan kaum kafir Quraisy untuk berdamai, di mana di
dalam perdamaian itu disyaratkan agar antara kaum muslimin dan kaum kafir,
bergiliran dalam menyembah Allah dan menyembah berhala-hala sesembahan orang
kafir, maksudnya satu tahun berikutnya mereka bersama-sama menyembah berhala,
begitu seterusnya.
Terhadap ajakan
kaum kafir Quraisy yang kelihatannya baik itu Allah memberinya petunjuk,
bagaimana harus mensikapi ajakan tersebut dengan menurunkan Surat Al-Kaafirun ayat 1-6, yang artinya :
“Katakanlah (Ya
Muhammad) : Hai orang-orang yang nkafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu tidak akan menyembah apa yang aku sembah. Aku tak pernah
menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tak pernah menyembah apa yang aku
sembah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”.
Kemudian yang tak
kalah pentingnya adalah peristiwa (Isro’Mi’rij)
yang terjadi pada tanggal (27 rajab)
tahun kedua belas dari kerasulan, di mana Rasulullah di panggil untuk menghadap
kepada Allah untuk menerima perintah (shalat)
sekaligus untuk memperhatikan atau menyaksikan kebesarannya dan keagungan
Allah.hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Al-qur’an Surat
Al-Isro’ ayat 1, yang artinya :
“Maha suci Allah
yang memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari, dari (Masjidil haram
ke masjid yang amat jauh (Baitul makdis), yang telah kami berkati
sekelilingnya, supaya kami perlihatkan kepadanya sebagian ayat-ayat
(tanda-tanda kekuasaan) Kami. Sesungguhnya Allah Maha mendengar, lagi Maha
melihat”.
Kemudian disambung
lagi oleh Allah ketika rasulullah berada di (Sidrotul Muntaha) dengan Surat
An-Najm ayat 18, yang artinya :
“Sesungguhnya dia
(Muhammad) telah melihat beberapa ayat Allah (tanda kekuasaan-Nya) yang
terbesar”.
Demikian itulah
beberapa di antara sekian banyak cara-cara Allah untuk membina peribadi
Muhammad sehingga menjadi seorang (tokoh) yang paling dikagumi dan paling
diakui kehebatannya diseluruh dunia, baik ketika beliau masih hidup maupun
hingga saat ini dan sampai kapanpun juga, baik oleh orang-orang (Islam).
Sendiri maupun oleh orang di luar Islam.
Adapun kehormatan
yang ketiga yang diberikan Allah kepada hamba-Nya adalah :
3.
dijadikan-Nya hamba-Nya sebagai orang yang dikenal disisi-Nya.
Hal ini sebagaimana
yang ditegaskan oleh Allah dalam sebuah Hadits Qudsi berutkut ini, yang artinya
:
“Aku selalu
mengikuti persangkaan hamba-Ku, dan Aku selalu mendampingi (jika) ia selalu
berdzikir. Jika ia selalu berdzikir kepada-Ku dalam hatinya, maka Aku ingt
padanya dalam Dzat-Ku. Dan bila ia berdzikir kepada-Ku di muka umum, maka Aku
akan mengingat dia di muka umum yang lebih baik dari pada golongannya. Dan bila
ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Dan bila ia
datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan
berlari”
Juga dalam Al-Qur’an Surat
Al-Baqarah ayat 152, yang artinya :
“ Berdzikirlah
(ingatlah) kamu kepada-Ku, niscaya Aku (Allah) akan mengingatmu”.
Dengan ketiga macam
kemulyaan yang diberikan Allah ini, maka sempurnalah sudah kenikmatan yang
diterima manusia. Tentu saja dalam hal ini apabila manusia dengan ihklas
senantiasa (berdzikir) ingat….kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya, di mana
saja kapan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar