Fal’aqilu man kaana bimaahuwa abqaa afrahu minhu bimaa huwa qad
asraa nuuruhu wazhaharat tabaasyiiruhu.
Artinya : Maka
orang yang sempurna akalnya adalah orang yang lebih suka (gemar) dengan apa
yangn lebih kekal, dari apa yang akan rusak. Karena telah terang hatinya
(cahayanya) dan berseri-seri wajahnya”
Yang dinamakan
orang cerdik itu bukanlah orang yang pandai dalam bidang matamatika, biologi,
afrika, ekonomi, dan sebagainya. Akan tetapi yang dinamakan orang cerdik adalah
yang pandai menghisab (menghitung) amal perbuatannya sendiri, tidak disibukkan
oleh urusan dunia, tetapi senantiasa mencurahkan seluruhnya cinta dan
perhatiannya kepada kehidupan yang lebih kekal. Yakni akhirat. Karena itu ia
pun lalu menyibukkan diri untuk menempuh kehidupan selanjutnya (kehidupan
akhirat).
Sehubungan dengan
hal ini Rasulullah S.A.W. pernah bersabda, yang artinya :
“Orang yang cerdik
itu adalah orang yang dapat membuat perhitungan pada dirinya, yakni menghisab
dirinya dan suka beramal untuk bekal sesudah matinya, sedangkan orang lemah
ialah orang yang mengikutkan dirinya menurut kemauan hawa nafsunya dan selalu
berangan-angan dengan berbagai angan-angan kosong terhadap Allah, yakni ingin
mendapat keridhoan dan pengampunan-Nya, tetapi enggan beramal untuk mencapainya
itu”.
Dari Hadits di atas
dapat diketahui siapa orang yang cerdik dan siapa pula orang yang bodoh.
Adapun orang yang
bodoh sebagaimana yang disebutkan di atas adalah orang yang terpedaya oleh hawa
nafsunya sendiri, kepalanya selalu dipenuhi oleh berbagai macam angan-angan,
dan mempunyai keinginan untuk bertemu dengan Allah tetapi tidak mau berusaha
atau beramal.
Dalam pembahasan
mengenai hal ini ada baiknya kita simak beberapa kata hikmah yang pernah
diucapkan oleh para ulama salaf atau orang yang terkenal kesholehannya. Di
antaranya adalah :
1.
Dari Umar bin
Khothob r.a.
“Jikalau kamu semua
suka memperhatikan perihal ajal dan jalannya yang begitu cepat niscaya kamu
semua akan membenci pada thuhul amal dan berbagai macam tipu dayanya”.
“Banyak sekali
orang yang masih menghadapi (menemui) hari ini, tetapi tidak sempurna
melaluinya-maksudnya tidak hidup sampai sore hari, sebab sudah kedatangan
ajal. Banyak sekali orang yang masih
mengharapkan ingin dapat hidup sampai esok hari, tetapi ia tidak dapat
menemuinya sebab sudah kedatangan ajal”.
“Banyak benar orang
yang masih banyak tertawa yang sampai memenuhi seluruh mulutnya, tetapi
barangkali kain kafannya sudah keluar atau baru selesai dicuci bersih dari
tukang penatu pencuci pakaian”.
2.
Dari Ali bin Abi
Tholib.
“hal yang saya
takutkan di antara apa-apa yang saya khuwatirkan akan mengenai atasmu semua
ialah mengikuti hawa nafsu dan pula thuhul amal”.
Kedua hal di atas
sangat ditakutkan oleh Ali bin Abi Tholib, karena mengikuti hawa nafsu itu bisa
menyebabkan terhalannga mata hati dalam membedakan mana yang benar dan mana
yang salah. Sedangkan thuhul amal bisa menyebabkan seseorang lupa kepada
kehidupan di akhirat nanti, sehingga ia tidak mempunyai bekal sama sekali untuk
menuju ke sana.
Sungguh tiada kerugian yang lebih besar dan penyesalan yang lebih mendalam
melebihi kerugian dan penyesalan orang-orang yang demikian ini.
Sebagai pedoman
agar jangan sampai ada di antara kita yang termasuk ke dalam golongan
orang-orang yang merugi dan merasakan penyesalan yang tak terhinggaka, maka
marilah kita perhatikan wasiat Rasulullaah S.A.W. sebagaimana yang
disampaikannya kepada Abdullah bin Umar r.a. berikut ini, yang artinya :
“jadilah kamu
seolah-olah kamu orang asing atau penyeberang jalan, yakni perantau”.
Kalau kita simak
lebih teliti dari Hadits di atas, dapat diketahui bahwa dalam wasiat Rasulullah
tersebut terkandung perintah kepada umatnya agar selalu bersifat “Qishoorul
Amal”. Yakni pendek dalam angan-angan tetapi giat dalam beramal, dan
menghindari sifat “Thuhul Amal”. (panjang angan-angan) sehingga lalai dalam
beribadah).
Selain itu kita
juga diperintahkan agar jangan sampai menjadi orang yang bodoh dan berfikiran
sempit, yakni hanya memikirkan kepentingan-kepentingan dan
kesenangan-kesenangan dunia saja, padahal semuanya itu hanya bersifat sementara
saja yang kalau tidak mereka yang meninggalkan kita, maka pastilah kita yang
meninggalkan mereka.
Oleh karena iyu
marilah kita membuka pikiran dan menggunakan akal sehat kita, sehingga dapat
mendorong semangat kita untuk mengumpulkan amal yang sebanyak-banyaknya guna
dipakai sebagai bekal untuk menempuh kehidupan yang jauh lebih lenggeng dan
lebih abadi, yakni di akhirat nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar