Rahmat Mulyadi

Rahmat Mulyadi

Kamis, 18 April 2013

227. KEPUASAN HATI DAPAT DIPEROLEH MELALUI SHALAT



     Inna qurratal’aini bisy-syuhuudi ‘alaa qadril ma’rifati bilmasyhuudi farrasuulu shalawaatullaahi wasalamuhu laisa ma’rifatu ghairihi kama’rifati falaisa qurrata ‘ainin kaqurratihi wainnamaa qulnaa innaqurrata ‘ainihi fii shalaatihi bisyhuudihi jalaala masyhuudihi li-annahu qad asyaara ilaa dzaalika biqaulihi dish-shalaati walam yaqul bish-shalaati idzhuwa shalawatullaahi ‘alaihi wasalamuhu laataqarru ’ainahu bighairi rabbihi, wakaifa wahuwa yadullu ‘alaa hadzaalmaqaami waya’murubihi man siwahu biqaulihi shalallaahu ‘alaihi wasallama : u’budillaaha ka-annaka tarahu wamuhaalun anyarahu wayasyhada ma’ahu siwahu fain qala qa-ilun qad takuunu qurratul’aini bish-shalawati li-annahaa fadhlun minalllaahi wabarizatun minallaahi fakaifa laayafrahu biha wakaifa laatakuunu qurratul’aini bihaa waqad qala subhaanahu wata’alaa qul bifadhlillaahi birahmatihi fabidzaalika falyafrahuu (al-ayat). Fa’lam annal-ayata qad auma-at ilaljawabi liman tadabbara sirralkhithabi idz qala : fabidzaalika falyafrahuu wamaqala : fabidzalika fafrah yaa Muhammadu qul lahum falyafrahuu bil-ihsaani wattafadh-dhuli walyakun farahaka anta bilmutafadh-dhili kamaa qala fiil-ayati l-ukhraa : qulillahu tsumma dzarhum fiikhaudhihim yal’abuuna.
Artinya : Sesungguhnya kesenangan (kepuasan) melihat Allah itu menurut kadar “ma’rifatnya” terhadap apa yang dilihat, sedang ma’rifat Rasulullah S.A.W. itu tidak bias disamakan dengan ma’rifatnya orang lain. Maka tidak ada kesenangan seperti kesenangan beliau. Sesungguhnya saya katakana bahwasanya kepuasan beliau itu ada dalam “shalat” sebab menyaksikan kebesaran yang dilihatnya, karena Nabi sendiri telah mengisyaratkan dalam sabdanya :”Di dalam shalat “. Beliau tidak mengatakan :”Dengan shalat”, karena beliau tidak akan merasa puas hatinya selain Tuhannya. Bagaiman tidak demikian. Padahal beliau sendiri menganjurkan untuk mencapai tingkat itu dalam sabdanya : Sembahlah Allah seakan-akan kamu melihat kepada-Nya”. Maka mustahillah Allah dan juga melihat lainnya di samping Allah. Apabila orang berkata :” Kadang-kadang kepuasan itu dapat diperoleh dengan “shalat” karena “shalat” itu sebagai “anugrah” dari Allah dan timbul dari sumber pemberian Allah”. Maka bagaimana dia tidak gembira dengan “shalat” itu, dan bagaimana pula dia tidak akan puas dengan shalat itu?. Padahal Allah sendiri telah berfirman, yang artinya : “Katakanlah : Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira”. (QS Yunus 58). Maka ketahuilah, bahwa ayat itu telah member isyarat jawaban bagi orang yang mau “berfikir” akan “rahasia khitab” (pembicaraan yang ada dalam ayat itu) yang artinya : “ Hendaklah dengan itu mereka bergembira “. Dia tidak berfirman (yang artinya) :”maka dengan itu bergembiralah, Muhammad. Katakanlah kepada mereka :”Maka hendaklah mereka bergembira dengan kebaikan dan keutamaan. Akan tetapi hendaklah kegembiraan itu hanya dengan “Dzat” yang member kautamaan”.
Dengan mengerjakan shalat seseorang dapat merasakan kepuasan hati yang tiada taranya. Tentu saja dalam hal ini shalat yang dikerjakannya itu harus benar-benar dilakukan dengan “khusu’” dan “ikhlas” semata-mata ditujukan kepada Allah. Karena dengan “kekhusu’an” dan “keikhlasan” itu maka ia akan dapat merasakan kehadiran Allah dalam hatinya. Dan kehadiran Allah dalam hati itulah yang sebenar-benarnya kepuasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar