Rahmat Mulyadi

Rahmat Mulyadi

Kamis, 18 April 2013

228. BEBERAPA GOLONGAN MANUSIA DALAM MENERIMA KARUNIA DARI ALLAH

Annasu fii wuruudilminani ‘alaa tslaatsati aqsamin : farihun bilminani laamin haitsu mahdiiha wamunsyi-uha walaakin biwujuudi mut’atihi fiiha. Fahadzaa minalghofiliina yashduqu ‘alaihi qauluhu ta’alaa : hattaa idzaa farihuu bima uutuu akhadznaahum baghtatan, wafarihun bilminani min haitsu annahu syahidahaa ninnatan mimman arsalaha wani’matan mimman aushalahaa yashduqu ‘alaihi qauluhu ta’alaa : qul bifadhlillaahi wabirahmatihi fabidzaalika falyafrahuu huwa khairun mimmaa yajma’uuna, wafarihuu billaahi maasyaghalahu minalminani zhahiru mut’atiha walaabathinu minnatihaa bal syaghalahun nzharu ilaallaahi ‘ammaa siwahhu walmaj’u ‘alaihi falaa yasyhadu illaa iyyaahu yashduqu ‘alaihi qauluhu ta’alaa : qulillaahu tsumma dzarhum fiikhaudhihim yal’abuuna.
Artinya : “Manusia dalam menerima karunia Allah itu terbagi menjadi (tiga) golongan, yaitu :
1.       Orang yang merasa gembira dengan karunia itu, akan tetapi kegembiraannya bukan ditujukan kepada yang member karunia itu melainkan karena “kelezatan” (kenikmatan) yang dapat dirasakan pada karunia itu. Orang demikian termasuk golongan orang-orang yang “lalai”.Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Yunus ayat 58, yang artinya:
“Sehingga apabila mereka dengan apa yang telah diberikan kepada mereka (maka) Kami (akan) “menyiksa” mereka dengan “tiba-tiba”
2.       Orang yang merasa gembira dengan karunia itu kemudian dia mengerti bahwa karunia yang diterimanya itu sebagai nikmat dari “Dzat” yang telah memberikannya (yaitu Allah).     
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 91, yang artinya :
“ Katakanlah : Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. 
3.       Orang yang merasa gembira sebab Allah. Maka tidak menyibukkan kepadanya dari karunia itu kenikmatan lahir dan tidak pula kenikmatan bathin. Sebaliknya telah menyibukkan kepadanya melihat Allah sehingga lupa kepada mekhluq dan pertemuan hatinya dengan-Nya. Maka dia tidak melihat kecuali hanya kepada Allah. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-qur’an Surat Al-An’am ayat 91, yang artinya : Katakanlah Allah-lah (yang menurunkannya). Kemudian biarkan lah mereka bermain-main dalam kesesatannya”.

Menurut Abu Muhammad Abdul Aziz Al-Mahdawi, bahwa barangsiapa yang tidak melihat Pemberi nikmat ketika dirinya menerima nikmat, maka nikmat itu hanya merupakan “Istijrod” (jawa = pengluluan atau bombingan) dan akan merubah menjadi “bala” (ujian).
Terhadap keterangan di atas Abu Hamid Al-Ghazali membuat perumpamaan orang yang menerima “karunia dari Allah” itu dengan orang yang menerima “kuda dari seorang raja”. Maka setiap orang yang menerima kuda itu ada tiga macam, yaitu :
1.       Merasa gembira karena telah mendapatkan sesuatu yang sangat diharapkannya. Karena itu ia tidak mempedulikan lagi siapa yang memberinya. Yang penting ia telah memiliki kuda.
2.       Merasa gembira bukan karena kudanya, tetapi karena pemberiannya adalah seorang raja.
3.       Merasa gembira dengan pemberian itu, ia tak peduli apakah yang diberikan kepadanya itu kuda atau bukan. Dan dengan pemberian itu ia pun lalu berusaha mendekatkan diri kepada raja agar bias mendapatkan kedudukan yang istimewa di sisi-Nya.

Dari ketiga golongan di atas, golongan yang disebut terakhirlah (golongan ke tiga) yang mempunyai sikap paling baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar